Pedagang Kalimalang Bekasi Pertanyakan Dasar Pembongkaran, Surat Izin Era Walikota Sebelumnya Jadi Acuan

Polemik penertiban bangunan di kawasan Kalimalang, Kota Bekasi, memanas. Puluhan pemilik bangunan, yang sebagian besar merupakan pedagang kaki lima di sekitar Universitas Islam 45 (Unisma), menolak rencana pembongkaran yang digagas Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Penolakan ini didasari pada surat instruksi Walikota Bekasi periode sebelumnya, Rahmat Effendi, yang dikeluarkan pada tahun 2016. Surat tersebut, dengan nomor 660/2/2101TU, mengatur tentang penataan pedagang kaki lima di sepanjang bantaran Sungai Kalimalang yang berlokasi di samping kampus Unisma.

Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Koperasi Mulia Sejahtera, Kusnan Effendi, mempertanyakan legalitas dan keberlakuan surat instruksi tersebut. Menurutnya, surat tersebut secara implisit memberikan izin kepada para pedagang untuk mendirikan tempat usaha di atas lahan milik Perum Jasa Tirta (PJT), dengan catatan dilakukan penataan, bukan pembongkaran. Kusnan Effendi yang akrab disapa Pakde Soto itu, menyayangkan kurangnya komunikasi dan koordinasi antara Pemkot Bekasi dengan para pedagang terkait rencana pembongkaran ini. Ia mengungkapkan bahwa selama ini, para pedagang tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan mengenai penertiban tersebut. Ia juga mempertanyakan mengapa Pemkot Bekasi melakukan rapat secara sepihak tanpa melibatkan para pedagang.

Para pedagang yang terdampak rencana pembongkaran, berencana untuk melakukan audiensi dengan pemerintah daerah setempat dalam waktu dekat. Audiensi ini bertujuan untuk membahas secara komprehensif permasalahan ini dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak. Mereka menyatakan akan tetap bertahan di lokasi tersebut sampai ada kejelasan dan kesepakatan yang disetujui bersama. Sebelumnya, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menyatakan bahwa Pemkot Bekasi telah melakukan tahapan-tahapan sebelum eksekusi pembongkaran, termasuk memberikan surat peringatan kepada para pemilik bangunan liar. Koordinasi juga telah dilakukan dengan pemilik lahan, yaitu Perum Jasa Tirta (PJT). Tri Adhianto juga mengklaim bahwa tindakan ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait penertiban bangunan liar di bantaran sungai.

Rencana Audiensi dan Upaya Mediasi

Guna mencari titik temu dan menghindari konflik yang berkepanjangan, para pedagang berinisiatif untuk menggelar audiensi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi. Pertemuan ini diharapkan dapat membuka ruang dialog konstruktif antara kedua belah pihak, sehingga solusi terbaik dapat ditemukan. Para pedagang berharap, melalui audiensi ini, mereka dapat menyampaikan aspirasi secara langsung kepada pemerintah daerah dan mendapatkan penjelasan yang memadai mengenai dasar hukum dan pertimbangan yang mendasari rencana pembongkaran. Mereka juga berharap dapat terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kepentingan mereka dapat diperhatikan dan diakomodasi.

Kondisi di Lapangan dan Dampak Sosial Ekonomi

Kawasan Kalimalang di sekitar Unisma Bekasi merupakan pusat kegiatan ekonomi informal yang penting bagi masyarakat setempat. Keberadaan pedagang kaki lima di kawasan ini tidak hanya menyediakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang, tetapi juga menjadi sumber penghasilan bagi keluarga-keluarga yang bergantung pada sektor informal. Rencana pembongkaran bangunan liar di kawasan ini tentu akan berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi para pedagang dan masyarakat sekitar. Kehilangan tempat usaha akan menyebabkan hilangnya mata pencaharian, meningkatkan angka pengangguran, dan berpotensi menimbulkan masalah sosial lainnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mempertimbangkan dampak sosial ekonomi ini secara cermat sebelum mengambil keputusan akhir.

Surat Instruksi Walikota Sebagai Landasan Hukum

Surat instruksi Walikota Bekasi tahun 2016 menjadi landasan hukum utama bagi para pedagang untuk mempertahankan keberadaan mereka di kawasan Kalimalang. Surat tersebut mengatur tentang penataan pedagang kaki lima, bukan pembongkaran, sehingga para pedagang merasa memiliki hak untuk tetap berjualan di lokasi tersebut. Namun, legalitas dan keberlakuan surat instruksi ini masih menjadi pertanyaan. Pemkot Bekasi perlu memberikan penjelasan yang jelas mengenai status hukum surat tersebut dan apakah masih berlaku atau tidak. Jika surat tersebut masih berlaku, maka Pemkot Bekasi perlu mempertimbangkan kembali rencana pembongkaran dan mencari alternatif solusi yang lebih manusiawi dan tidak merugikan para pedagang.

Dialog dan Solusi yang Berkeadilan

Dalam menyelesaikan permasalahan ini, dialog dan komunikasi yang efektif antara pemerintah daerah dan para pedagang sangat penting. Kedua belah pihak perlu membuka diri untuk mendengarkan dan memahami perspektif masing-masing. Pemerintah daerah perlu menjelaskan secara transparan mengenai dasar hukum dan pertimbangan yang mendasari rencana pembongkaran, sementara para pedagang perlu menyampaikan aspirasi dan harapan mereka secara konstruktif. Solusi yang berkeadilan hanya dapat dicapai melalui dialog dan musyawarah yang melibatkan semua pihak terkait. Pemerintah daerah perlu mempertimbangkan alternatif solusi selain pembongkaran, seperti relokasi pedagang ke tempat yang lebih layak dan strategis, atau penataan kawasan Kalimalang secara terpadu yang melibatkan para pedagang dalam proses perencanaan dan pelaksanaan.

Peran Media dalam Mengawal Isu

Media massa memiliki peran penting dalam mengawal isu ini dan memberikan informasi yang akurat dan berimbang kepada masyarakat. Media perlu memberitakan secara objektif mengenai permasalahan yang terjadi, termasuk aspirasi dan harapan para pedagang, serta penjelasan dari pemerintah daerah. Media juga perlu mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat kecil dan mendorong pemerintah untuk mencari solusi yang berkeadilan bagi semua pihak. Dengan peran aktif media, diharapkan isu ini dapat diselesaikan secara transparan dan akuntabel, sehingga kepentingan masyarakat dapat terlindungi.