DPR Soroti Kenaikan Potongan Komisi Ojol yang Melampaui Batas Ketentuan Pemerintah

Praktik Potongan Komisi Ojol yang Meresahkan: DPR Minta Audit Menyeluruh

Komisi V DPR RI menyoroti praktik potongan komisi ojek online (ojol) yang dinilai memberatkan para pengemudi. Anggota Komisi V DPR RI, Edi Purwanto, mengungkapkan bahwa banyak aplikator ojol yang diduga melanggar ketentuan pemerintah dengan menaikkan potongan komisi hingga 40 persen. Padahal, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022 telah mengatur besaran maksimal potongan komisi ojol sebesar 20 persen.

"Dengan besaran 20 persen potongan sesuai Kepmen 1001/2022 ternyata masih banyak ojol yang menaikkan tarif potongannya 30-40 persen," ujar Edi Purwanto dalam rapat kerja dengan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi.

Menanggapi hal ini, Edi Purwanto mendesak Menteri Perhubungan untuk melakukan audit secara menyeluruh terhadap seluruh aplikator ojol. Audit ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan yang adil antara pengemudi ojol dan pihak aplikator.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah merespons keluhan para pengemudi ojol terkait potongan aplikasi yang mencapai 30 persen. Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik (BKIP) Kemenhub, Budi Rahardjo, menjelaskan bahwa Kemenhub hanya berwenang memberikan rekomendasi batasan potongan dari aplikator. Kebijakan lebih lanjut berada di tangan Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi).

"Dulu peraturan dibuat karena ada kepentingan dengan transportasi walaupun aplikator di bawa Komdigi. Maka kita ke Komdigi hanya memberikan rekomendasi agar Komdigi memberikan teguran kepada aplikator. Jadi Kemenhub tidak bisa secara langsung," ujar Budi Rahardjo.

Persoalan potongan komisi ojol ini menjadi perhatian serius DPR. Diharapkan, audit yang akan dilakukan dapat memberikan solusi yang berkeadilan bagi seluruh pihak yang terlibat.

Implikasi dan Langkah Selanjutnya

Kenaikan potongan komisi ojol yang melampaui batas ketentuan pemerintah berpotensi menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain:

  • Penurunan pendapatan pengemudi: Potongan komisi yang tinggi secara langsung mengurangi pendapatan yang diterima oleh pengemudi ojol.
  • Potensi konflik antara pengemudi dan aplikator: Ketidakpuasan terhadap besaran potongan komisi dapat memicu konflik antara pengemudi dan aplikator.
  • Pelanggaran hukum: Aplikator yang melanggar ketentuan pemerintah dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Oleh karena itu, audit yang akan dilakukan oleh Kementerian Perhubungan diharapkan dapat mengidentifikasi aplikator-aplikator yang melanggar ketentuan dan memberikan rekomendasi sanksi yang sesuai. Selain itu, perlu adanya koordinasi yang lebih baik antara Kemenhub dan Komdigi dalam mengatur dan mengawasi operasional aplikator ojol.

Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk memperkuat regulasi terkait ojol, termasuk mekanisme pengawasan dan penegakan hukum yang lebih efektif. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak pengemudi ojol dan menciptakan ekosistem ojol yang sehat dan berkeadilan.