Golkar Tegaskan Tidak Ada Alasan Konstitusional untuk Pemakzulan Gibran, Sementara Mahfud MD Sebut Pemakzulan Mungkin Secara Teori
Partai Golkar secara tegas menyatakan bahwa tidak ada dasar konstitusional yang kuat untuk memakzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, berpendapat bahwa Gibran tidak melakukan pelanggaran yang dapat menjadi alasan pemakzulan.
"Sampai saat ini, pintu pemakzulan secara konstitusional masih tertutup," ujar Sarmuji di Jakarta, mengutip dari Antara. Ia menekankan bahwa Gibran, sebagai pasangan Prabowo Subianto, terpilih secara sah dan mendapat dukungan mayoritas masyarakat.
Sarmuji menambahkan bahwa usulan pemakzulan Gibran tidak memiliki landasan konstitusional yang kuat. Menurutnya, Gibran terpilih secara konstitusional melalui pemilihan presiden dan wakil presiden, dipilih oleh 58 persen rakyat Indonesia, dan disahkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Di sisi lain, pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menjelaskan bahwa pemakzulan Gibran secara teoretis mungkin dilakukan. Pernyataan ini disampaikan menanggapi usulan dari Forum Purnawirawan TNI yang meminta MPR untuk mengganti Gibran dari posisi wakil presiden.
"Usul pemakzulan Gibran itu secara teoritis ketatanegaraan bisa, tapi secara politik akan sulit," kata Mahfud melalui kanal Youtube Mahfud MD Official.
Mahfud menjelaskan bahwa Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengatur enam hal yang dapat menyebabkan presiden dan/atau wakil presiden dimakzulkan. Hal tersebut meliputi:
- Pengkhianatan terhadap negara
- Korupsi
- Penyuapan
- Tindak pidana berat lainnya
- Perbuatan tercela
- Tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.
"Itu bisa dimakzulkan, itu teorinya," ujar Mahfud.
Namun, Mahfud menekankan bahwa praktik pemakzulan akan sangat sulit dilakukan karena kekuatan politik koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di DPR. Proses pemakzulan harus dimulai dengan sidang pleno DPR yang dihadiri 2/3 anggota. Kemudian, 2/3 dari anggota yang hadir harus setuju bahwa presiden atau wakil presiden terbukti melakukan perbuatan tercela.
"Bayangkan secara politik, 2/3 itu berapa? Kalau dari 575 (anggota DPR) kira-kira, 2/3 itu kan sudah harus anggota DPR 380-an lah. Kalau enggak sampai itu, enggak bisa," jelas Mahfud.
Forum Purnawirawan TNI, yang terdiri dari 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel, mengusulkan pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka melalui MPR. Selain Try Sutrisno, terdapat nama-nama seperti Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.
Deklarasi Forum Purnawirawan TNI-Polri berisi delapan poin, termasuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, dan usulan reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi. Salah satu poin kontroversial adalah usulan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang disampaikan kepada MPR.