MK Soroti Anomali Partisipasi Pemilih dalam PSU Barito Utara, Indikasi Politik Uang?

Mahkamah Konstitusi (MK) menyoroti fenomena menarik dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Barito Utara. Dalam sidang sengketa PSU, Hakim MK Daniel Yusmic mempertanyakan lonjakan partisipasi pemilih yang tidak lazim. Lazimnya, partisipasi dalam PSU cenderung menurun dibandingkan pemilihan sebelumnya. Namun, di Barito Utara, justru terjadi peningkatan signifikan.

"Biasanya PSU itu jumlah pesertanya berkurang. Tapi ini terjadi anomali di mana justru ada penambahan jumlah yang signifikan," ujar Daniel Yusmic dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025). Ia kemudian mengaitkan hal ini dengan potensi praktik politik uang yang mempengaruhi pilihan masyarakat.

Kecurigaan ini muncul karena perbedaan suara antara pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Gogo Purnman Jaya dan Hendro Nakalelo (penggugat), dengan paslon nomor urut 2, Akhmad Gunadi Nadalsyah dan Sastra Jaya, sangat tipis, hanya selisih delapan suara sebelum PSU. Namun, setelah PSU, selisih suara melonjak menjadi 339 suara. Daniel Yusmic mempertanyakan apakah praktik politik uang menjadi faktor penentu perubahan drastis ini.

Menanggapi hal tersebut, ahli dari pihak pemohon (paslon 1), Aswanto, berpendapat bahwa peningkatan partisipasi yang tinggi memang disebabkan oleh praktik politik uang yang dilakukan secara masif oleh paslon 2. Aswanto mengindikasikan bahwa fokus pada beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) tertentu dalam PSU memicu penggunaan sumber daya secara besar-besaran untuk mempengaruhi pemilih.

Namun, ahli dari pihak terkait (paslon 2), Topo Santoso, memberikan pandangan yang berbeda. Ia berpendapat bahwa peningkatan partisipasi pemilih tidak serta merta membuktikan adanya politik uang. Menurutnya, politik uang harus dibuktikan dengan bukti yang konkret, bukan hanya berdasarkan asumsi peningkatan jumlah pemilih.

Topo Santoso menekankan perlunya survei atau exit poll untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan. Ia menambahkan bahwa sejauh pengetahuannya, tidak ada survei semacam itu yang dilakukan dalam PSU Barito Utara. Dengan demikian, sulit untuk menyimpulkan bahwa peningkatan partisipasi secara langsung disebabkan oleh politik uang.

Perkara PSU Barito Utara ini teregistrasi dengan nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025. Poin utama yang dipermasalahkan adalah dugaan kecurangan yang dilakukan oleh paslon nomor urut 2, berupa pembagian uang hingga Rp 16 juta per pemilih. Kecurangan ini diduga terjadi saat PSU pada 22 Maret 2025 di TPS 1 Kelurahan Melayu Teweh Tengah dan TPS 4 Desa Malaweken Teweh Baru.