Pergeseran Tren Konsumen: Gelombang Penutupan Gerai Ritel di Tengah Era Digital
Gelombang penutupan gerai ritel di Indonesia menjadi sorotan utama, memicu diskusi mendalam tentang perubahan perilaku konsumen di era digital. Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memberikan pandangannya terkait fenomena ini, menekankan pentingnya adaptasi bagi peritel untuk tetap relevan di pasar yang dinamis.
Menurut Mendag Budi Santoso, keberhasilan gerai ritel saat ini sangat bergantung pada kemampuan mereka dalam menciptakan pengalaman berbelanja yang unik dan menarik. Lebih dari sekadar tempat transaksi, pusat perbelanjaan modern harus menawarkan kombinasi hiburan, kuliner, dan interaksi sosial. Konsumen kini mencari lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan; mereka menginginkan journey yang menyenangkan dan berkesan.
Mendag Budi Santoso menegaskan bahwa perubahan pola belanja masyarakat adalah faktor utama di balik penutupan gerai ritel yang tidak mampu beradaptasi. Daya beli konsumen tidak menurun, tetapi alokasinya bergeser. Gerai yang hanya mengandalkan penjualan produk tanpa inovasi dalam pengalaman pelanggan akan sulit bersaing dengan e-commerce dan perubahan gaya hidup konsumen.
"Gerai ritel yang mengandalkan model bisnis konvensional akan kesulitan bersaing dengan platform online. Pergeseran pola belanja masyarakat dan gaya hidup yang dinamis menuntut peritel untuk beradaptasi," ujar Mendag Budi Santoso.
Diskusi dengan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) juga menyoroti perubahan signifikan dalam frekuensi berbelanja. Jika dulu konsumen cenderung berbelanja dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan selama satu hingga dua minggu, kini mereka lebih memilih berbelanja harian sesuai kebutuhan mendesak. Perubahan ini menuntut peritel untuk lebih fleksibel dan responsif terhadap permintaan pasar.
Penutupan GS Supermarket, jaringan ritel asal Korea Selatan, menambah daftar panjang gerai ritel yang gulung tikar di Indonesia. GS Supermarket, yang dikenal dengan produk makanan khas Korea, mengumumkan penutupan seluruh gerainya pada akhir Mei 2025. Keputusan ini mengindikasikan tantangan yang dihadapi peritel dalam mempertahankan pangsa pasar di tengah persaingan yang ketat.
Sebelumnya, LuLu Hypermarket, jaringan pasar swalayan asal Timur Tengah, juga menutup seluruh gerainya di Indonesia. Gerai pertama LuLu Hypermarket di Cakung, Jakarta Timur, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Mei 2016, kini juga dalam proses penutupan. Hal ini menjadi pertanda bahwa masuknya pemain besar ke pasar ritel Indonesia tidak menjamin kesuksesan jika tidak diimbangi dengan strategi adaptasi yang tepat.
Penutupan GS Supermarket dikonfirmasi oleh Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah. Menurutnya, GS Supermarket telah diakuisisi oleh pihak lain, menandai perubahan kepemilikan dan strategi bisnis yang baru.
Berikut daftar hal yang menyebabkan perubahan tren konsumen:
- Pergeseran ke belanja online.
- Perubahan gaya hidup.
- Preferensi pengalaman berbelanja yang unik dan menarik.
- Pergeseran frekuensi belanja ke kebutuhan harian.
Gelombang penutupan gerai ritel di Indonesia menjadi sinyal bagi para pelaku industri untuk berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen. Peritel yang mampu memahami dan merespons tren pasar akan memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dan berkembang di era digital ini.