Menaker Sampaikan Permohonan Maaf atas Implementasi BHR Lebaran yang Belum Optimal untuk Ojol
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan permohonan maaf kepada para pengemudi ojek online (ojol) atas implementasi kebijakan Bonus Hari Raya (BHR) Lebaran yang dirasa belum memberikan dampak optimal. Permohonan maaf ini disampaikan dalam sebuah diskusi publik yang digelar di Jakarta.
Yassierli menjelaskan bahwa proses perumusan kebijakan BHR tersebut terbilang singkat, sehingga hasilnya belum sepenuhnya ideal. Meskipun demikian, ia menekankan bahwa kebijakan tersebut merupakan hasil dari musyawarah antara pemerintah, perwakilan pengemudi ojol, dan pihak aplikator.
"Saya mohon maaf jika BHR kemarin belum optimal. Namun, sejak awal saya sudah sampaikan bahwa kita harus terus maju," ujarnya.
Menaker mengakui adanya berbagai kekurangan dalam implementasi BHR Lebaran tahun ini. Keterbatasan waktu menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan kebijakan tersebut belum bisa dirumuskan secara lebih matang. Ia juga menyinggung adanya kritik dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan akademisi, terkait kebijakan BHR ini.
"Bahkan, ada akademisi yang menyebut saya bodoh karena mengimplementasikan kebijakan tersebut. Namun, saya berpendapat bahwa kebijakan BHR ini lahir dari kebutuhan unik para pekerja di Indonesia, yang memiliki semangat gotong royong yang tinggi," jelasnya.
Menurut Yassierli, kebijakan BHR ini tidak dapat dibandingkan dengan praktik manajemen di negara lain, karena semangat kekeluargaan dan gotong royong yang menjadi landasan kebijakan ini hanya ada di Indonesia. Ia berharap agar diskusi dan kolaborasi antara pemerintah, pengemudi ojol, dan pihak-pihak terkait dapat terus dilakukan untuk menghasilkan solusi-solusi konkret yang lebih baik di masa depan.
Menaker juga menuturkan bahwa meskipun dirinya memiliki pemahaman mendalam tentang teori manajemen Barat, ia menyadari adanya nilai-nilai luhur dalam budaya Indonesia, seperti kekeluargaan dan gotong royong, yang tidak tercermin dalam teori-teori tersebut. Nilai-nilai inilah yang menjadi dasar bagi kebijakan BHR, yang bertujuan untuk memberikan dukungan kepada para pekerja, khususnya pengemudi ojol, dalam merayakan hari raya keagamaan.
Ke depan, Yassierli berjanji akan terus menyempurnakan kebijakan BHR dengan melibatkan berbagai pihak terkait dalam proses diskusi. Ia berharap agar kebijakan BHR dapat menjadi lebih efektif dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pekerja di Indonesia.