Mantan Kepala Desa di Samosir Ditahan Atas Dugaan Korupsi Dana Desa untuk Kampanye
Mantan Kepala Desa Sempur Toba, berinisial JS, di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, telah resmi ditahan oleh pihak kepolisian atas dugaan tindak pidana korupsi dana desa senilai Rp 392 juta. Dana tersebut diduga kuat diselewengkan untuk mendanai kampanye pemilihan kepala desa pada periode 2019-2024.
Selain JS, Kaur Keuangan Desa Sempur Toba dengan inisial AS juga turut ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Ipda Abdur Rahman, Kanit Tipidkor Sat Reskrim Polres Samosir, menyatakan bahwa kedua tersangka beserta barang bukti telah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Samosir pada hari Rabu, 7 Mei 2025, untuk proses persidangan lebih lanjut. Penyerahan ini menandai babak baru dalam penanganan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara tersebut.
Menurut keterangan yang diberikan oleh Ipda Abdur Rahman, JS menjabat sebagai Kepala Desa Sempur Toba pada periode 2014-2019. Tindak korupsi yang dilakukannya terjadi pada tahun anggaran 2019, saat ia masih menjabat. Modus operandi yang digunakan adalah dengan meminta seluruh dana desa yang telah dicairkan kepada AS, dengan alasan untuk mengelola langsung pengadaan barang dan jasa. Namun, faktanya, sebagian dana tersebut justru digunakan untuk membiayai kampanye pemilihan kepala desa tahun 2019.
Hasil audit kerugian negara yang dilakukan oleh Inspektorat Pemerintah Kabupaten Samosir menunjukkan bahwa kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan para tersangka mencapai angka Rp 392.174.712,87. Jumlah yang signifikan ini mencerminkan dampak serius dari tindakan korupsi yang dilakukan oleh JS dan AS terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa Sempur Toba.
Dalam proses interogasi, JS mengakui bahwa sejak awal ia telah merencanakan penggunaan dana desa sebagai modal kampanye. Ia berdalih bahwa jika terpilih kembali, kegiatan pembangunan yang belum terlaksana akan dikerjakan menggunakan dana APBDes tahun 2020. Namun, ambisinya untuk melanjutkan kepemimpinan di desa tersebut kandas, karena hasil pemilihan menunjukkan kekalahannya.
Atas perbuatan melawan hukum tersebut, JS dan AS dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi ini sangat serius, sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi di semua tingkatan.