Potret Buram Pendidikan di Pedalaman Bulungan: Sekolah Rusak, Guru Merangkap, Siswa Berdesakan
Kondisi memprihatinkan melanda dunia pendidikan di Desa Lepak Aru, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Dua Sekolah Dasar Negeri (SDN) yaitu SDN 011 dan SDN 002, berjuang di tengah keterbatasan sarana dan prasarana yang tak memadai. Bangunan sekolah yang rusak dan fasilitas yang jauh dari kata layak menjadi tantangan sehari-hari bagi siswa dan guru.
SDN 002 Lepak Aru menjadi gambaran nyata potret buram tersebut. Kepala Sekolah, Korni Njau, mengungkapkan bahwa salah satu unit bangunan sekolahnya mengalami kerusakan parah, bahkan tidak memiliki fasilitas toilet. Bangunan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi 39 siswa dan 8 tenaga pengajar, kini justru menghadirkan ancaman keselamatan. Empat dari enam ruang kelas yang ada juga dalam kondisi yang memprihatinkan.
"Fasilitas di kelas sudah tidak layak pakai, seperti lemari buku, bangku, dan meja belajar yang banyak rusak," ungkap Korni. Sekolah yang telah berdiri selama 23 tahun ini, mulai mengalami kerusakan sejak tahun 2015. Kondisi ini tidak hanya mengganggu proses belajar mengajar, tetapi juga membahayakan keselamatan para siswa.
Korni berharap agar program pemerataan pendidikan dari pemerintah dapat segera menjangkau sekolahnya. Harapan ini muncul seiring dengan janji-janji yang disampaikan oleh Presiden terpilih mengenai peningkatan kualitas pendidikan di seluruh pelosok negeri.
Kondisi serupa juga dialami oleh SDN 011 Peso. Dani Supriansyah, seorang tenaga pendidik di sekolah tersebut, menggambarkan situasi pendidikan yang jauh dari ideal. Kekurangan ruang kelas memaksa dua kelas, seperti kelas 3 dan kelas 4, untuk belajar secara bersamaan dalam satu ruangan dengan hanya satu guru.
"Suara antar kelompok bercampur, konsentrasi belajar jadi tantangan besar," keluh Dani. Keterbatasan tidak hanya berhenti pada ruang kelas. Akses internet yang seringkali tidak tersedia, jumlah buku pelajaran yang terbatas, dan minimnya jumlah guru menjadi masalah klasik yang terus menghantui.
Dani menambahkan bahwa satu guru seringkali harus merangkap mengajar semua mata pelajaran dan jenjang kelas. Beban kerja yang berat ini tentu berdampak pada kualitas pengajaran yang diberikan.
Masalah lain yang dihadapi adalah keterbatasan anggaran Dana BOS. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional sekolah, seringkali tidak mencukupi. Bahkan, untuk biaya perjalanan dinas (SPPD), para guru harus menanggung biaya makan dan penginapan sendiri. Jika Dana BOS belum cair, mereka terpaksa menggunakan dana pribadi terlebih dahulu.
Kepala Desa Lepak Aru, William Ingan, mengakui bahwa kedua sekolah di desanya selalu menjadi prioritas dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam). Ia menyebutkan bahwa SDN 002 memiliki 38 siswa dan 7 guru. William Ingan juga sudah menyampaikan kondisi ini kepada Bupati Sarwani, mengingat pendidikan dasar masih menjadi wewenang pemerintah kabupaten.
Kisah SDN 011 dan SDN 002 di Desa Lepak Aru adalah cermin dari realitas pendidikan di banyak daerah terpencil di Indonesia. Dibutuhkan perhatian dan tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini, agar anak-anak di pelosok negeri mendapatkan hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.