Hakim Penerima Suap Kasus Ronald Tannur Menanti Vonis di Pengadilan Tipikor

Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang terjerat kasus dugaan suap terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam perkara kematian Dini Sera Afrianti, akan segera menghadapi babak akhir persidangan. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dijadwalkan untuk membacakan vonis terhadap ketiganya pada hari ini.

Ketua Majelis Hakim, Teguh Santoso, telah menyampaikan bahwa sidang pembacaan vonis akan dilaksanakan pada Kamis, 8 Mei 2025. Pernyataan ini disampaikan saat sidang dengan agenda pembacaan tuntutan pada Selasa, 15 April lalu. Tiga hakim yang menjadi terdakwa dalam kasus ini adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Sidang pembacaan tuntutan terhadap ketiganya telah berlangsung pada 22 April 2025.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya telah menuntut Erintuah Damanik dengan hukuman 9 tahun penjara. JPU meyakini bahwa Erintuah terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi terkait dengan vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti. Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut Erintuah untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana badan selama 6 bulan. JPU meyakini Erintuah melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hal serupa juga berlaku bagi Mangapul, yang dituntut dengan hukuman 9 tahun penjara. JPU meyakini Mangapul bersalah menerima suap dan gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus yang sama. Tuntutan denda sebesar Rp 750 juta juga diajukan, dengan ancaman pidana badan selama 6 bulan jika tidak dibayarkan. Mangapul juga diyakini melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Hukuman terberat diajukan untuk Heru Hanindyo, yang dituntut dengan 12 tahun penjara. JPU meyakini Heru bersalah menerima suap terkait vonis bebas Ronald dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti. Sama seperti dua terdakwa lainnya, Heru juga dituntut membayar denda Rp 750 juta, dengan pengganti pidana badan selama 6 bulan jika denda tidak dibayarkan. Heru diyakini melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan, JPU mengungkapkan bahwa ketiga hakim PN Surabaya tersebut menerima suap senilai Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,6 miliar) terkait dengan vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Jaksa penuntut umum menyatakan:

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas I-A Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu."

Kasus ini bermula dari jeratan hukum yang menjerat Ronald Tannur atas kematian Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya terbebas dari jeratan hukum. Dia meminta bantuan pengacara bernama Lisa Rahmat untuk mengurus perkara tersebut. Lisa Rahmat kemudian menghubungi mantan pejabat MA, Zarof Ricar, untuk mencari hakim PN Surabaya yang bersedia menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.

Praktik suap pun terjadi, dan Ronald Tannur berhasil dibebaskan. Namun, belakangan terungkap bahwa vonis bebas tersebut diberikan sebagai imbalan atas suap. JPU kemudian mengajukan kasasi atas vonis tersebut. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi tersebut, dan Ronald Tannur akhirnya divonis 5 tahun penjara.