Kontroversi Kenaikan Pangkat Seskab Teddy Indra Wijaya: Meritokrasi di TNI Dipertanyakan
Kontroversi Kenaikan Pangkat Seskab Teddy Indra Wijaya: Meritokrasi di TNI Dipertanyakan
Kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya dari Mayor menjadi Letnan Kolonel (Letkol) telah memicu kontroversi dan kritik tajam dari berbagai pihak. Langkah promosi tersebut menuai sorotan karena Teddy saat ini tengah menjabat posisi sipil, menimbulkan pertanyaan mengenai relevansi kenaikan pangkat militernya dengan kinerja dan prestasi di bidang sipil. Lembaga Imparsial dan SETARA Institute menjadi salah dua yang terang-terangan menyuarakan keprihatinan mereka terhadap keputusan tersebut.
Kenaikan pangkat Teddy, yang dibenarkan oleh Kadispenad Brigjen TNI Wahyu Yudhayana berdasarkan Surat Perintah Nomor Sprin/674/II/2025 dan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/238/II/2025, didasarkan pada Kenaikan Pangkat Reguler Percepatan (KPRP). Pihak TNI menyatakan bahwa keputusan tersebut telah sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Namun, penjelasan tersebut dinilai belum cukup memuaskan oleh sejumlah pihak yang mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas proses tersebut, terutama mengingat konteks jabatan sipil yang diemban Teddy.
Kritik terhadap Sistem Meritokrasi
Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menyatakan bahwa kenaikan pangkat Teddy dinilai politis dan tidak berlandaskan merit system. Ia mengungkapkan kekhawatiran bahwa kebijakan ini berpotensi melukai perasaan prajurit lain yang telah berjuang dan mempertaruhkan nyawa demi negara. Imparsial menekankan pentingnya sistem meritokrasi dalam tubuh TNI untuk menjaga integritas dan profesionalisme institusi. Mereka bahkan mendorong pembatalan kenaikan pangkat tersebut agar tidak merusak sistem meritokrasi yang seharusnya dipegang teguh.
SETARA Institute turut menyoroti kurangnya transparansi dalam proses kenaikan pangkat tersebut. Peneliti senior SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, menyatakan bahwa TNI perlu memberikan penjelasan publik yang komprehensif. Penjelasan tersebut bukan hanya untuk memenuhi prinsip akuntabilitas dan transparansi, tetapi juga untuk memastikan bahwa kenaikan pangkat tersebut bebas dari intervensi politik dan kekuasaan, mengingat posisi Teddy yang saat ini berada di jabatan sipil. Kurangnya transparansi ini, menurut SETARA, berpotensi menimbulkan kecemburuan di antara para perwira menengah (pamen) TNI, mengingat perbedaan wilayah tugas dan jenjang karier mereka.
Pertanyaan Mengenai Masa Dinas dan Regulasi
Peraturan Panglima TNI Nomor 40/2018 Pasal 13 huruf c menyebutkan rentang waktu kenaikan pangkat dari Mayor ke Letkol antara 18-25 tahun, tergantung pendidikan yang dijalani. SETARA mempertanyakan apakah masa dinas Teddy sesuai dengan ketentuan tersebut dan meminta TNI untuk menjelaskan hal ini kepada publik. Hal ini mengingat spekulasi yang muncul bahwa kenaikan pangkat ini lebih didorong oleh faktor politik dan kekuasaan daripada merit system.
Lebih lanjut, PP Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI menjelaskan jenis kenaikan pangkat, yaitu reguler dan khusus (luar biasa dan penghargaan). SETARA menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas TNI dalam menerapkan regulasi kenaikan pangkat untuk memastikan bahwa merit system dan peraturan perundang-undangan dipatuhi secara konsisten.
Kontroversi ini mengungkap pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem kepangkatan TNI. Perdebatan ini juga mengarahkan sorotan pada pentingnya menjaga integritas dan profesionalisme institusi militer agar tetap mendapat kepercayaan publik. Ke depan, diperlukan mekanisme yang lebih transparan dan akuntabel untuk memastikan setiap kenaikan pangkat di TNI benar-benar didasarkan pada prestasi dan meritokrasi, bukan pada faktor-faktor lain yang berpotensi merusak integritas institusi.