Kementerian Kehutanan Amankan Puluhan Usaha Ilegal di Kawasan Hutan Lindung Guna Selamatkan Daerah Aliran Sungai

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengambil tindakan tegas dengan menyegel 55 unit usaha ilegal yang beroperasi di dalam kawasan hutan. Langkah ini diambil sebagai upaya krusial untuk melindungi dan memulihkan daerah aliran sungai (DAS) yang rentan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kemenhut, Rudianto Saragih Napitu, menjelaskan bahwa tindakan penyegelan ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk menertibkan kawasan hutan, khususnya di wilayah hulu DAS. Penertiban ini difokuskan pada daerah-daerah hulu DAS sebagai langkah pencegahan kerusakan hutan lebih lanjut. Dari total 55 usaha yang disegel, enam di antaranya telah ditingkatkan statusnya ke tahap penyidikan, sementara sisanya masih dalam proses pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) untuk memperkuat bukti-bukti di lapangan serta keterangan saksi.

Fokus Penertiban di Berbagai DAS

Operasi penertiban ini menjangkau beberapa DAS strategis, di antaranya:

  • DAS Cisadane: 17 unit usaha
  • DAS Ciliwung: 11 unit usaha
  • DAS Bekasi: 7 unit usaha
  • DAS Citarum: 15 unit usaha
  • Penambangan emas ilegal: 5 unit usaha

Rudianto menambahkan bahwa data terkait jumlah usaha ilegal yang ditertibkan di DAS Ciliwung, Bekasi, dan Cisadane terus berkembang seiring dengan investigasi yang dilakukan secara berkelanjutan. Pihaknya juga tengah mendalami aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan oleh empat perusahaan di Gunung Karang, Kelapa Nunggal, Bojonegoro.

Penindakan Vila Ilegal dan Perambahan Hutan di Batam

Selain penertiban usaha ilegal di DAS, Kemenhut juga menindak vila-vila ilegal yang berdiri di kawasan puncak. Para pemilik vila tersebut dituntut untuk membayar ganti rugi dan biaya pemulihan hutan. Beberapa kasus bahkan telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Kemenhut juga menangani kasus perambahan hutan di kawasan hutan lindung Tanjung Guda IV, Batam, Kepulauan Riau. Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut, Lukita Awang Nistyantara, mengungkapkan bahwa perambahan dilakukan melalui kegiatan gali uruk tanaman mangrove tanpa izin perusahaan di bidang kehutanan. Akibatnya, sekitar 5,98 hektare vegetasi mangrove rusak, menyebabkan kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 23 miliar berdasarkan perhitungan ahli atas biaya kehilangan jasa ekosistem mangrove.

Tindakan tegas yang diambil oleh Kementerian Kehutanan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menegakkan hukum terhadap pelaku usaha ilegal yang merusak kawasan hutan dan daerah aliran sungai.