Pendapatan Bea Masuk Negara Terkontraksi di Kuartal Pertama 2025: Imbas Kebijakan Impor Beras dan Insentif Kendaraan Listrik
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melaporkan adanya penurunan penerimaan bea masuk sebesar 5,8% pada kuartal pertama tahun 2025. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor utama, termasuk tidak adanya impor beras dan implementasi kebijakan insentif untuk kendaraan bermotor listrik (KBL). Data menunjukkan, hingga akhir Maret 2025, total penerimaan bea masuk tercatat sebesar Rp11,3 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp12 triliun.
"Penerimaan bea masuk tahun 2025 mengalami pertumbuhan negatif, salah satunya disebabkan oleh tidak adanya kuota impor beras oleh Badan Urusan Logistik (Bulog)," ungkap Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, dalam rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Sebelumnya, sepanjang tahun 2024, Indonesia masih melakukan impor beras. Namun, Menteri Perdagangan pada saat itu, Budi Santoso, mengumumkan bahwa tidak ada izin impor beras konsumsi yang akan diberikan pada tahun 2025. Kebijakan ini diambil dengan tujuan utama untuk mendorong penyerapan beras dari petani dalam negeri.
"Pada tahun 2025, kuota tersebut tidak diberikan lagi, sehingga dari sisi kepabeanan tidak ada bea masuk karena tidak melakukan importasi baru di tahun 2025," imbuh Askolani.
Selain tidak adanya impor beras, penurunan penerimaan juga dipengaruhi oleh insentif yang diberikan kepada kendaraan bermotor listrik. Pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk, sehingga tarif bea masuk menjadi nol rupiah.
Di sisi lain, penerimaan dari bea keluar justru mengalami lonjakan signifikan. Total penerimaan bea keluar mencapai Rp8,8 triliun, atau meningkat sebesar 110,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh penerimaan bea keluar produk kelapa sawit senilai Rp7,9 triliun dan realisasi bea keluar konsentrat tembaga sebesar Rp807,7 miliar setelah kebijakan ekspor diberlakukan.
Dari sektor cukai, penerimaan mencapai Rp57,4 triliun, menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,3% secara tahunan. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh pelunasan di muka sebesar Rp4,6 triliun. Namun, produksi hasil tembakau periode November 2024 hingga Januari 2025 mengalami penurunan sebesar 4,5%.
Secara keseluruhan, total penerimaan bea dan cukai pada Maret 2025 mencapai Rp77,5 triliun. Angka ini setara dengan 25,6% dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Realisasi penerimaan bea dan cukai ini turut mendorong pendapatan negara secara keseluruhan mencapai Rp615,1 triliun, atau 17,2% dari target APBN. Komposisi pendapatan negara terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp322,6 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp115,9 triliun.
Rincian Penerimaan Negara:
- Bea Masuk: Rp11,3 Triliun
- Bea Keluar: Rp8,8 Triliun
- Cukai: Rp57,4 Triliun
- Penerimaan Pajak: Rp322,6 Triliun
- PNBP: Rp115,9 Triliun