Terjerat Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Toko Oleh-Oleh Khas Banjar Gulung Tikar
Toko Mama Khas Banjar, sebuah usaha yang dikenal luas di Banjarbaru karena menjual berbagai produk olahan laut dan sirup khas Kalimantan Selatan, mengumumkan penghentian operasionalnya per 1 Mei 2025. Keputusan pahit ini diambil sebagai dampak dari proses hukum yang sedang dihadapi oleh pemilik toko, Firli Norachim.
Firli kini berstatus terdakwa di Pengadilan Negeri Banjarbaru atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Kasus ini bermula dari temuan sejumlah produk di tokonya yang tidak mencantumkan informasi tanggal kedaluwarsa. Penahanan Firli dan proses hukum yang berjalan telah memberikan pukulan berat bagi kelangsungan usaha tersebut.
Ani, istri Firli, yang kini harus mengurus anak balita mereka seorang diri, mengungkapkan bahwa keputusan menutup toko bukanlah hal yang mudah. Trauma dan ketidakmampuan untuk mengelola usaha tanpa kehadiran suaminya menjadi faktor utama di balik keputusan tersebut.
"Mental kami hancur, kami trauma, apalagi suami saya yang merupakan tulang punggung usaha ini ditahan. Jujur saja saya ketakutan, karena tidak mudah bagi saya untuk mengelola usaha ini seorang diri,” ungkap Ani dengan nada sedih.
Sejak penahanan Firli, Ani merasa tidak mampu lagi menjalankan roda bisnis, terutama karena prioritasnya kini adalah merawat anak mereka yang masih berusia tiga tahun. Proses hukum yang masih bergulir di pengadilan juga menambah beban dan ketidakpastian yang harus dihadapi.
Toko Mama Khas Banjar dulunya merupakan salah satu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berkembang pesat di Banjarbaru. Namun, kasus hukum yang menjerat pemiliknya telah mengakhiri perjalanan bisnis mereka.
Ani merasa bahwa pelaku usaha kecil seperti dirinya diperlakukan kurang adil. Ia mempertanyakan proporsionalitas tindakan hukum yang diambil, terutama mengingat dampaknya terhadap kelangsungan usaha dan mata pencaharian keluarganya.
"Saya merasa berdagang tidak mudah. Apabila ada kesalahan barang disita. Kita juga langsung dipidana. Inikah bentuk keadilan bagi kami, pengusaha kecil dan UMKM," keluhnya.
Kasus ini bermula dari laporan seorang konsumen ke Polda Kalimantan Selatan pada 6 Desember 2024, yang mempermasalahkan produk-produk yang tidak memiliki label kedaluwarsa. Setelah penyelidikan oleh Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kalsel, sebanyak 35 produk disita sebagai barang bukti.
Menurut Kepala Sub Direktorat Industri Perdagangan dan Investasi (Indagsi) Ditkrimsus Polda Kalsel, AKBP Amien Rovi, Toko Mama Khas Banjar diduga melanggar Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Amien menekankan pentingnya pencantuman tanggal kedaluwarsa pada seluruh produk olahan makanan yang diperjualbelikan, agar konsumen dapat mengetahui batas akhir kualitas produk dan mengikuti petunjuk penggunaan yang diberikan oleh produsen.
AKBP Amien Rovi menegaskan bahwa kepolisian sangat memperhatikan keamanan produk olahan yang dijual kepada konsumen. Penindakan akan dilakukan jika ditemukan produk yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Jadi pencantuman label kedaluwarsa ini memang atensi pemerintah dan Polri mengawalnya dengan penegakan hukum, di samping dinas terkait melakukan sosialisasi dan pembinaan terhadap pelaku usaha," jelas Amien.
Berikut point penting terkait Undang-undang perlindungan konsumen:
- Hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
- Kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
- Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat berupa sanksi administratif maupun pidana.