Eskalasi Konflik Kashmir: India dan Pakistan di Ambang Krisis Nuklir?

Kawasan Kashmir kembali menjadi pusat perhatian dunia menyusul serangkaian peristiwa kekerasan yang meningkatkan ketegangan antara India dan Pakistan. Serangan mematikan di Pahalgam pada tanggal 22 April 2025, yang menewaskan puluhan warga sipil, memicu respons keras dari India.

Pada tanggal 7 Mei 2025, India melancarkan serangan udara ke wilayah Pakistan, memperdalam kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik menjadi lebih besar. Situasi ini sangat mengkhawatirkan mengingat kedua negara memiliki kapabilitas nuklir yang signifikan. Laporan dari Arms Control Association memperkirakan bahwa India dan Pakistan masing-masing memiliki sekitar 170 hulu ledak nuklir.

Kekuatan Militer dan Tantangan Strategis

Walaupun beberapa analis percaya bahwa perang skala penuh masih dapat dihindari, situasi di lapangan tetap tegang. Medan pegunungan Kashmir yang terjal menjadi tantangan tersendiri bagi operasi militer kedua negara. Dari segi kekuatan militer konvensional, India memiliki keunggulan yang jelas. Data dari Institut Internasional untuk Studi Strategis menunjukkan bahwa India memiliki sekitar 1.475.000 personel militer, lebih dari dua kali lipat jumlah pasukan Pakistan.

Anggaran pertahanan India juga jauh lebih besar. Pada tahun 2024, India mengalokasikan sekitar 86 miliar dollar AS untuk pertahanan, delapan kali lipat dari anggaran Pakistan. Hal ini menjadikan India salah satu dari lima negara dengan belanja militer terbesar di dunia. Namun, India menghadapi tantangan geopolitik yang kompleks. Sebagian besar pasukannya harus ditempatkan di sepanjang perbatasan yang panjang dengan China di wilayah Himalaya yang disengketakan.

Pakistan, di sisi lain, lebih fokus pada pengamanan perbatasan dengan Afghanistan, yang rentan terhadap infiltrasi oleh kelompok militan. Menurut Harsh Pant, Wakil Presiden Observer Research Foundation di New Delhi, meskipun militer India lebih besar, mereka menghadapi tantangan strategis berupa dua perbatasan yang harus dipertahankan.

Persaingan Teknologi Militer

Dalam peperangan modern, kekuatan militer tidak hanya ditentukan oleh jumlah personel, tetapi juga oleh kemampuan teknologi. India dan Pakistan semakin berlomba untuk meningkatkan kemampuan pesawat nirawak (drone) dan sistem pengawasan mereka. Militer Pakistan baru-baru ini mengklaim telah menembak jatuh drone pengintai India di wilayah perbatasan yang disengketakan.

Senjata nuklir menjadi faktor kunci dalam strategi pertahanan kedua negara. India menganut kebijakan "tidak menggunakan pertama kali" (no first use) senjata nuklir, sementara Pakistan tidak memiliki batasan tersebut dan mengembangkan senjata nuklir taktis seperti rudal balistik Nasr (Hatf-9) dengan jangkauan sekitar 70 kilometer. Kedua negara mengembangkan sistem peluncuran hulu ledak nuklir dari darat, laut, dan udara.

India memiliki keunggulan dalam jangkauan rudal, dengan rudal Agni-V yang dapat diluncurkan dari jalan raya dan memiliki jangkauan antara 5.000 hingga 8.000 kilometer. Pakistan saat ini sedang mengembangkan rudal Shaheen 3 dengan jangkauan sekitar 2.750 kilometer.

Ketergantungan pada Impor Senjata

India dan Pakistan termasuk di antara negara-negara pengimpor senjata terbesar di dunia. Sebagian besar peralatan militer India berasal dari Rusia, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, India mulai beralih ke pemasok dari Amerika Serikat, Prancis, dan negara-negara Eropa lainnya. Data dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan bahwa ketergantungan India pada Rusia telah menurun secara signifikan, dari 76 persen pada periode 2009-2013 menjadi 36 persen pada 2019-2023.

Sebaliknya, Pakistan semakin bergantung pada China, dengan 82 persen impor senjatanya berasal dari negara tersebut pada periode 2019-2023, meningkat dari 51 persen pada 2009-2012. Dengan ketegangan yang terus meningkat, komunitas internasional terus memantau situasi dengan cermat, menyadari potensi konsekuensi dari konflik yang melibatkan negara-negara bersenjata nuklir.