Prioritas Utama: Warga Miskin Lebih Memilih Penuhi Kebutuhan Pangan daripada Jaminan Sosial
Ombudsman Republik Indonesia (RI) terus berupaya mendukung implementasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 dan Inpres Nomor 8 Tahun 2025 yang berfokus pada optimalisasi pengentasan kemiskinan ekstrem. Salah satu rekomendasi utama yang diajukan adalah peningkatan partisipasi pekerja informal dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Robert Na Endi Jaweng, Pimpinan Ombudsman RI, menyoroti kesenjangan yang signifikan dalam perlindungan jaminan sosial bagi pekerja informal. Dari total 88,17 juta pekerja bukan penerima upah (PBPU) di Indonesia, baru sekitar 10 juta yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Angka ini sangat memprihatinkan. Dari sekitar 45 juta peserta BPJS Ketenagakerjaan, hanya 10 juta yang berasal dari sektor informal. Selebihnya adalah pekerja formal," ungkap Robert dalam diskusi publik mengenai kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal di Kantor Ombudsman.
Menurutnya, salah satu kendala utama dalam meningkatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di kalangan pekerja informal adalah keterbatasan sumber pembiayaan iuran, terutama bagi masyarakat miskin dan miskin ekstrem. Kelompok ini seringkali dihadapkan pada pilihan sulit antara memenuhi kebutuhan dasar dan membayar iuran jaminan sosial.
Robert menjelaskan bahwa banyak pekerja informal dari kelompok miskin lebih memilih menggunakan dana yang terbatas untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras. Hal ini menunjukkan bahwa prioritas utama mereka adalah memenuhi kebutuhan mendesak daripada mengamankan perlindungan jaminan sosial di masa depan.
"Mereka yang mampu, dapat membayar iuran secara mandiri. Kita mendorong petani dan nelayan untuk menjadi peserta mandiri," ujarnya.
"Namun, mereka menyampaikan bahwa Rp 16.800 per bulan mungkin terlihat kecil bagi sebagian orang, tetapi dengan uang tersebut, mereka bisa membeli 1,5 kg beras. Bagi mereka, membeli beras lebih penting daripada membayar sesuatu yang mereka anggap sebagai 'membeli risiko' yang belum tentu terjadi," lanjut Robert.
Untuk mengatasi masalah ini, Robert menekankan perlunya perluasan sumber pendanaan di luar kepesertaan mandiri. Ia mengusulkan agar pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan anggaran dari APBN/APBD untuk membayarkan iuran kepesertaan pekerja miskin dan miskin ekstrem. Selain itu, ia juga mendorong kolaborasi dengan sektor swasta melalui program CSR untuk mendukung pembiayaan kepesertaan.
Robert menegaskan bahwa upaya ini harus dipandang sebagai pemenuhan tanggung jawab negara, bukan sekadar aksi karitatif atau belas kasihan. Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan perlu melihat ini sebagai investasi jangka panjang dalam meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan sosial bagi seluruh warga negara, terutama kelompok rentan.
Berikut adalah beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal:
- Subsidi Iuran: Pemerintah dapat memberikan subsidi iuran bagi pekerja informal dari keluarga miskin dan rentan.
- Program Kemitraan: BPJS Ketenagakerjaan dapat bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil dan lembaga keagamaan untuk menjangkau pekerja informal dan memberikan edukasi tentang manfaat jaminan sosial.
- Penyederhanaan Proses Pendaftaran: Proses pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan perlu disederhanakan agar lebih mudah diakses oleh pekerja informal.
- Kampanye Kesadaran: Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya jaminan sosial melalui kampanye yang efektif dan terarah.