PHRI Soroti Strategi Pengembangan Pariwisata Nasional di Tengah Tekanan Ekonomi Global

Kondisi ekonomi global yang penuh tantangan memberikan dampak signifikan pada berbagai sektor industri, termasuk perhotelan dan restoran. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyoroti perlunya respons strategis dari pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan pertumbuhan sektor pariwisata, baik yang berfokus pada wisatawan domestik maupun mancanegara.

Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, menekankan pentingnya peningkatan promosi dan pengenalan destinasi wisata di Indonesia. Menurutnya, banyak potensi wisata yang belum dimaksimalkan. Ia mencontohkan penetapan kembali status internasional pada beberapa bandara, seperti Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, dan Bandara H.A.S Hanandjoeddin Bangka Belitung, sebagai indikasi tingginya permintaan terhadap destinasi-destinasi tersebut. Namun, ia mengingatkan bahwa pemerintah perlu memperluas fokusnya ke destinasi-destinasi lain yang memiliki karakter unik dan daya tarik tersendiri.

PHRI juga mendorong pemerintah untuk menargetkan segmen wisatawan yang lebih luas melalui pengembangan destinasi yang terintegrasi di berbagai platform, promosi yang efektif, dan peningkatan kualitas sektor pendukung pariwisata. Di tengah keterbatasan anggaran, PHRI berharap pemerintah tetap memprioritaskan alokasi dana untuk promosi pariwisata, karena promosi yang gencar menjadi kunci untuk menarik wisatawan.

Salah satu isu krusial yang menjadi perhatian PHRI adalah mahalnya harga tiket pesawat domestik. Harga tiket yang lebih tinggi dibandingkan dengan penerbangan internasional mendorong wisatawan untuk memilih berlibur ke luar negeri. PHRI berharap pemerintah dapat mencari solusi untuk menurunkan harga tiket pesawat domestik agar dapat menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai daerah di Indonesia dan mendorong pertumbuhan pariwisata di seluruh nusantara.

Maulana menyoroti disparitas harga tiket pesawat ke wilayah timur Indonesia yang masih tinggi, yang berdampak pada minat wisatawan untuk menjelajahi wilayah tersebut secara lebih luas. Dengan hanya dua bandara internasional di wilayah timur, yaitu Bandara Sentani (Jayapura, Papua) dan Bandara Komodo (Labuan Bajo, NTT), wisatawan mengalami kesulitan untuk mengakses destinasi-destinasi lain di kawasan tersebut.

PHRI menyadari bahwa daya beli masyarakat menjadi tantangan utama dalam pengembangan pariwisata, baik domestik maupun mancanegara. Namun, PHRI meyakini bahwa potensi untuk menarik wisatawan mancanegara masih sangat besar, tidak hanya untuk tujuan liburan (leisure), tetapi juga untuk kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions). Oleh karena itu, PHRI menekankan pentingnya kolaborasi yang baik dalam meningkatkan konektivitas internasional untuk membuka potensi pariwisata Indonesia secara maksimal.

Lebih lanjut, Maulana menyoroti bahwa regulasi pemerintah, seperti harga avtur yang tinggi, turut berkontribusi pada mahalnya harga tiket pesawat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya mendorong pergerakan wisatawan domestik dan internasional. PHRI berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi permasalahan ini dan menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan pariwisata Indonesia.