UU BUMN Digugat: MAKI Pertanyakan Status Direksi dan Komisaris Bukan Penyelenggara Negara
Polemik Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus bergulir. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) secara tegas menyatakan kekecewaannya terhadap pengesahan UU BUMN yang di dalamnya memuat pasal kontroversial, yaitu peniadaan status penyelenggara negara bagi direksi dan komisaris perusahaan BUMN.
MAKI berpendapat bahwa BUMN, sebagai entitas yang didanai dan menggunakan aset negara, seharusnya tunduk pada aturan yang sama dengan lembaga publik lainnya. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyampaikan kekhawatiran bahwa aturan baru ini dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi di lingkungan BUMN.
"Saya sangat kecewa dengan perkembangan tata kelola pemerintahan kita, khususnya BUMN. Entitas yang jelas-jelas dimodali negara dan menggunakan aset negara, kini dinyatakan tidak termasuk dalam kategori korupsi jika melakukan kejahatan atau penyimpangan," ujar Boyamin.
Menurut Boyamin, perubahan status ini berpotensi menghambat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menindak praktik korupsi yang melibatkan direksi atau komisaris BUMN. Ia mencontohkan keberhasilan lembaga antikorupsi di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura dalam menangani kasus korupsi, termasuk yang melibatkan perusahaan swasta.
"Di negara-negara sekitar kita yang lebih maju, seperti Singapura dan Malaysia, bahkan swasta pun dapat ditangani oleh KPK negara tersebut. Mereka bisa menangani suap perusahaan swasta yang berupaya mendapatkan pengadaan. Jika terbukti korupsi, KPK negara tersebut menangkap dan menghukum pelakunya," jelasnya.
Boyamin menambahkan, "Sementara kita, yang jelas-jelas BUMN saja dinyatakan bukan sebagai kerugian negara, padahal itu jelas-jelas dari uang negara. Menurut saya, mereka harus dinyatakan korupsi."
MAKI mendesak adanya revisi terhadap pasal yang menghilangkan status penyelenggara negara bagi direksi dan komisaris BUMN. Jika tidak ada perubahan, MAKI berencana mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan pasal tersebut.
"Jika ini tidak segera diubah, kami akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi untuk mengubahnya. Saya siap maju ke MK untuk membatalkan ketentuan pasal ini, bahwa apapun yang berasal dari negara, jika kemudian terjadi penyimpangan terhadap pasal negara, ya itu korupsi," tegas Boyamin.
Pasal yang menjadi sorotan MAKI adalah Pasal 9G Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang berbunyi: "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara."
Gugatan ini dilayangkan MAKI sebagai bentuk upaya menjaga integritas dan akuntabilitas pengelolaan BUMN, serta memastikan bahwa lembaga-lembaga negara memiliki kewenangan yang cukup untuk memberantas korupsi di semua lini.