Korupsi Tambang Nikel Kolaka Utara Terungkap: Pemalsuan Dokumen dan Penyalahgunaan Pelabuhan Jadi Modus
Kendari, Sulawesi Tenggara - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) membongkar praktik korupsi dalam sektor pertambangan nikel di Kabupaten Kolaka Utara. Modus operandi yang terungkap meliputi pemalsuan dokumen perusahaan dan penyalahgunaan fasilitas pelabuhan khusus. Dalam kasus ini, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk seorang pejabat negara yang diduga menyalahgunakan wewenangnya.
Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka, dengan inisial SPI, ditahan pada Senin (6/5/2025) setelah menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik Kejati Sultra. Penahanan ini dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan lebih lanjut. SPI kini mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Kendari selama 20 hari ke depan.
Kasus ini bermula dari temuan penyidik mengenai manipulasi dokumen yang dilakukan oleh PT AM, sebuah perusahaan tambang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kolaka Utara. Dokumen PT AM diduga kuat digunakan untuk melegalkan pengiriman bijih nikel yang berasal dari lokasi tambang lain, yaitu milik PT PCM. Praktik ini jelas melanggar ketentuan yang berlaku.
"Penyidik kejaksaan terus mendalami kasus ini, dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sultra, Dody, dalam keterangan persnya.
Pengiriman ilegal bijih nikel tersebut memanfaatkan terminal khusus milik PT Kurnia Mining Resource (KMR). Terminal ini seharusnya hanya diperuntukkan bagi pemilik izin resmi. Namun, dalam praktiknya, terminal ini justru menjadi jalur keluar masuk bijih nikel ilegal dengan menggunakan dokumen yang tidak sesuai dengan asal-usul tambang.
Berdasarkan hasil penyidikan, PT AM seharusnya hanya diperbolehkan mengangkut bijih nikel dari wilayah IUP miliknya sendiri. Pada tahun 2023, PT AM memperoleh kuota produksi dan penjualan lebih dari 500 ribu metrik ton. Namun, dokumen PT AM disalahgunakan untuk mengangkut hasil tambang milik PT PCM, seolah-olah berasal dari lokasi yang sah.
Sebelum penahanan SPI, Kejati Sultra telah menahan tiga tersangka lainnya pada Jumat (25/4/2025). Mereka adalah MM selaku Direktur Utama PT AM, MLY selaku Kuasa Direktur PT AM, dan ES sebagai Direktur PT BPB. Keempat tersangka memiliki peran masing-masing dalam jaringan penyalahgunaan dokumen, pelabuhan, dan penerbitan izin sandar kapal.
SPI diduga kuat telah memfasilitasi aktivitas pengangkutan bijih nikel ilegal dengan memberikan persetujuan sandar dan berlayar kepada kapal-kapal pengangkut yang menggunakan dokumen PT AM. Ia diduga mengabaikan keabsahan dan asal-usul muatan kapal-kapal tersebut. Akibat perbuatan para tersangka, negara diperkirakan mengalami kerugian mencapai Rp 100 miliar.
Proses hukum terkait kasus ini masih terus berjalan. Penyidik membuka peluang untuk menetapkan tersangka baru seiring dengan pengembangan perkara. Kejati Sultra berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan menyeret semua pihak yang terlibat ke pengadilan.