Mahfud MD: Proses Pemakzulan Gibran Terbentur Realitas Politik yang Kuat

Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, memberikan pandangannya terkait usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dilontarkan oleh Forum Purnawirawan TNI. Mahfud menjelaskan bahwa meskipun secara teoritis pemakzulan mungkin dilakukan, namun secara politis akan menghadapi tantangan yang signifikan.

Mahfud, yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), menjabarkan bahwa berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, seorang presiden atau wakil presiden dapat dimakzulkan karena beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut meliputi:

  • Pengkhianatan terhadap negara
  • Korupsi
  • Penyuapan
  • Tindak pidana berat lainnya
  • Perbuatan tercela
  • Tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden

"Secara teori, hal-hal ini bisa menjadi dasar pemakzulan," ujar Mahfud.

Namun, Mahfud menekankan bahwa proses pemakzulan dalam praktiknya akan sangat sulit terealisasi. Hal ini disebabkan oleh kuatnya dukungan politik yang dimiliki oleh koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Untuk memulai proses pemakzulan, diperlukan sidang pleno DPR yang dihadiri oleh setidaknya 2/3 dari total anggota. Dalam sidang tersebut, 2/3 anggota yang hadir harus menyetujui bahwa presiden atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran yang diatur dalam UUD 1945.

"Bayangkan saja secara politik, 2/3 itu angka yang sangat besar. Dari 575 anggota DPR, sekitar 380-an anggota harus setuju. Jika tidak mencapai angka tersebut, pemakzulan tidak dapat dilakukan," jelas Mahfud.

Sebelumnya, Forum Purnawirawan TNI yang beranggotakan ratusan purnawirawan jenderal, laksamana, marsekal, dan kolonel mengusulkan agar MPR melakukan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Forum yang juga diisi nama-nama tokoh seperti Try Sutrisno, Fachrul Razi, Tyasno Soedarto, Slamet Soebijanto, dan Hanafie Asnan ini menyampaikan delapan poin deklarasi. Selain usulan pergantian wakil presiden, mereka juga menolak kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, dan mendesak reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi.

Usulan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu poin yang paling disoroti dalam deklarasi tersebut.