Jerat Sextortion Bermodus VCS: Kakak Beradik di Palembang Buru Pria Kesepian
Aksi Sextortion Berkedok VCS Gemparkan Palembang: Puluhan Pria Jadi Korban
Kasus pemerasan bermodus video call sex (VCS) atau sextortion yang melibatkan kakak beradik asal Palembang, Sumatera Selatan, menggemparkan dunia maya. MD, salah satu pelaku, telah diringkus oleh Subdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya, sementara sang kakak, I, masih buron.
AKBP Herman, Kasubdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya mengungkapkan bahwa komplotan ini telah menjerat puluhan korban, mayoritas pria, meskipun ada beberapa perempuan yang juga menjadi sasaran. Modus operandi mereka terbilang licik dan memanfaatkan kesepian serta keinginan untuk berinteraksi secara intim dari para korban.
Modus Operandi yang Terstruktur:
- Pembuatan Akun Palsu:
- Pelaku membuat akun di aplikasi Bigo dengan menggunakan foto dan video perempuan lain tanpa izin. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian calon korban dengan visual yang sensual dan menggoda.
- Memancing Korban:
- Akun palsu tersebut digunakan untuk mengunggah konten-konten provokatif dan melakukan siaran langsung. Dalam siaran langsung, pelaku memutar video perempuan lain yang sedang melakukan siaran langsung, menciptakan ilusi interaksi yang nyata.
- Eskalasi ke Telegram:
- Setelah menjalin komunikasi intens melalui pesan langsung di Bigo, pelaku mengarahkan percakapan ke aplikasi Telegram. Di sinilah jebakan mulai dipasang.
- Rayuan VCS:
- Pelaku membujuk korban untuk melakukan VCS. Saat VCS, pelaku mengarahkan kamera ponsel ke video yang menampilkan perempuan vulgar, seolah-olah itu adalah dirinya.
- Perekaman dan Pemerasan:
- Tanpa sepengetahuan korban, pelaku merekam aktivitas VCS tersebut. Rekaman ini kemudian digunakan untuk memeras korban dengan ancaman penyebaran video ke keluarga dan rekan-rekan terdekat.
- Pengumpulan Informasi:
- Sebelum melakukan pemerasan, pelaku mengumpulkan informasi pribadi tentang korban untuk memperlancar aksinya dan meningkatkan tekanan.
Para korban yang terperangkap dalam jeratan sextortion ini terpaksa membayar sejumlah uang agar video mereka tidak disebarluaskan. Kerugian yang dialami korban bervariasi, mulai dari jutaan hingga puluhan juta rupiah. Aksi kejahatan ini telah berlangsung sejak pertengahan tahun 2024 dan menghasilkan keuntungan lebih dari Rp 100 juta bagi para pelaku.
Banyak korban yang enggan melaporkan kasus ini ke polisi karena takut video pribadi mereka tersebar. Mereka yang sudah berkeluarga khawatir video tersebut akan diketahui oleh pasangan mereka, sehingga memilih untuk menuruti permintaan pemeras.
MD kini dijerat dengan Pasal 45 ayat (10) jo. Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Ia terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. Polisi masih terus melakukan pengejaran terhadap I, yang saat ini berstatus buron.