Kementerian HAM Mendesak DPR Percepat Pengesahan RUU Masyarakat Adat Demi Kepastian Hukum
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Republik Indonesia gencar mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat. Desakan ini didasari oleh keyakinan bahwa pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat merupakan amanat konstitusi yang belum sepenuhnya terpenuhi.
Menteri Hukum dan HAM, melalui pernyataan resminya, menyampaikan bahwa ketiadaan undang-undang khusus yang mengatur tentang perlindungan dan pelestarian masyarakat adat menjadi persoalan krusial sejak Indonesia merdeka. Padahal, UUD 1945 telah secara tegas mengakui keberadaan Masyarakat Hukum Adat melalui Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3), dan Pasal 33 ayat (3).
"Kementerian HAM secara konsisten mendukung percepatan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang berisikan penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia," tegasnya, seraya menambahkan bahwa RUU ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk melindungi hak-hak masyarakat adat serta menghormati nilai-nilai yang mereka junjung tinggi.
Keyakinan akan kelancaran pengesahan RUU ini didasarkan pada statusnya sebagai hak inisiatif DPR. Kemenkumham berencana untuk mengirimkan surat resmi kepada DPR guna memperkuat dukungan terhadap RUU tersebut. Perwakilan dari Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat turut menyampaikan aspirasinya, menekankan pentingnya peran Kemenkumham sebagai "rumah" bagi masyarakat adat. Mereka berharap agar Kemenkumham terus mengawal pembahasan dan pengesahan RUU ini hingga tuntas, sebagai bentuk pemenuhan janji konstitusi.
Namun, perjalanan RUU Masyarakat Adat menuju pengesahan terbilang panjang dan berliku. RUU ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebanyak tiga kali sejak diajukan pada tahun 2009, namun hingga kini belum juga disahkan. Situasi ini menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk para ahli hukum dan tokoh masyarakat.
Pakar hukum dari Universitas Indonesia (UI), Ismala Dewi, dalam sebuah diskusi daring, menyampaikan bahwa pengesahan RUU Masyarakat Adat merupakan keharusan untuk mewujudkan keadilan dan memenuhi hak-hak masyarakat adat. Menurutnya, penundaan pengesahan RUU ini selama 15 tahun telah menghambat terwujudnya kepastian hukum dan kesejahteraan bagi masyarakat adat.
Ismala Dewi juga menyoroti pentingnya perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat atas sumber daya alam, termasuk air, yang mereka jaga berdasarkan hukum adat. Ia menekankan bahwa pasal-pasal dalam RUU Masyarakat Adat harus saling konsisten dan mampu memperbaiki aturan-aturan lama yang dianggap tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Lebih lanjut, ia mendorong agar pasal yang mengatur mengenai sumber daya alam dalam RUU tersebut memperhatikan prinsip pengelolaan sumber daya air berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.85/PUU-XI/2013 yang lebih jelas dan komprehensif.
Dengan demikian, desakan Kemenkumham terhadap DPR untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat merupakan langkah penting dalam upaya mewujudkan keadilan, kepastian hukum, dan kesejahteraan bagi masyarakat adat di seluruh Indonesia. Pengesahan RUU ini diharapkan dapat menjadi tonggak sejarah dalam pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat serta memperkuat identitas dan kearifan lokal bangsa.