Dua Terdakwa Kasus Ladang Ganja di Lereng Semeru Terancam 10 Tahun Penjara
Pengadilan Negeri Lumajang kembali menggelar sidang lanjutan kasus kepemilikan ladang ganja di kawasan Gunung Semeru, Jawa Timur. Kali ini, giliran dua terdakwa, Suwari dan Jumaat, menghadapi tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang yang berlangsung pada Selasa (6/5/2025), mengagendakan pembacaan tuntutan terhadap Suwari dan Jumaat. Sebelumnya, tiga terdakwa lain dalam kasus yang sama, yakni Tomo, Tono, dan Bambang, telah divonis hukuman 20 tahun penjara oleh majelis hakim. Sementara itu, satu terdakwa lainnya, Ngatoyo, meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Lumajang saat proses persidangan masih berlangsung. Kasus ini bermula dari pengungkapan ladang ganja di lereng Gunung Semeru, tepatnya di Dusun Pusungduwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang yang melibatkan enam orang tersangka.
JPU Prasetyo Pristanto menuntut Suwari dan Jumaat dengan hukuman 10 tahun penjara, serta denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila keduanya tidak mampu membayar denda tersebut, mereka akan dikenakan subsider berupa kurungan selama 4 bulan. "Masing-masing terdakwa kami tuntut hukuman 10 tahun penjara," tegas Prasetyo saat membacakan tuntutan di hadapan majelis hakim.
Kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 111 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menanggapi tuntutan yang diajukan JPU, kedua penasihat hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan nota pembelaan pada sidang berikutnya, yang dijadwalkan pada Selasa (20/5/2025). Feny Yudhiana, pengacara Suwari, berpendapat bahwa kliennya berhak mendapatkan pembelaan yang maksimal, mengingat tuntutan yang diajukan di atas 5 tahun penjara. Ia juga berharap putusan hakim nantinya tidak seberat vonis yang diterima oleh terdakwa sebelumnya, Bambang, yang juga merupakan kliennya.
Abdul Rokhim, pengacara Jumaat, mengklaim bahwa kliennya adalah korban dari pihak yang saat ini masih dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh pihak kepolisian. Menurutnya, Jumaat tidak menyadari implikasi hukum dari perbuatannya dan menjadi korban manipulasi oleh DPO bernama Edi. "Tuntutan yang diajukan cukup memberatkan dan tidak sesuai kemampuannya. Padahal, terdakwa ini korban tipu daya dan bujuk rayu dari DPO Edi itu," ungkap Abdul Rokhim.
Sidang lanjutan dengan agenda pembelaan dari pihak terdakwa akan menjadi penentu arah kasus ini. Masyarakat menantikan bagaimana hakim akan mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan memberikan putusan yang seadil-adilnya.