Ekonomi Indonesia di Bawah Tekanan: Target Pertumbuhan 2025 Terancam Meleset
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Awal 2025 Melambat, Target Pemerintah Terancam
Jakarta – Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% untuk tahun 2025. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025 hanya mencapai 4,87%. Angka ini menunjukkan perlambatan jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal yang sama tahun sebelumnya (5,11%) dan kuartal IV 2024 (5,02%). Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: mampukah Indonesia mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan?
Meskipun terjadi perlambatan, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan keyakinannya bahwa target pertumbuhan 5,2% masih dapat dicapai. Pemerintah belum berencana merevisi target tersebut, setidaknya untuk saat ini. "Nanti kita lihat perkembangan ke depan tapi saat sekarang belum direvisi," ujar Airlangga.
Namun, pandangan berbeda datang dari para ekonom. Syafruddin Karimi, seorang pengamat ekonomi dari Universitas Andalas, memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan berada di bawah target pemerintah, berkisar antara 4,95% hingga 5,05%. Bahkan, angka ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang mencapai 5,05%.
"Ini menandakan bahwa tekanan global benar-benar menahan laju perekonomian kita," kata Syafruddin. Ia menyoroti adanya tekanan struktural pada perekonomian nasional yang memerlukan respons kebijakan yang strategis. Salah satu indikatornya adalah kontraksi konsumsi pemerintah sebesar 1,38% secara tahunan pada kuartal I 2025, yang mengakibatkan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Faktor-faktor Penghambat Pertumbuhan
Beberapa faktor menjadi penyebab perlambatan ekonomi Indonesia, di antaranya:
- Kontraksi Konsumsi Pemerintah: Penundaan proyek infrastruktur desa, hambatan belanja publik, dan pelemahan konsumsi rumah tangga berkontribusi pada kontraksi ini. Padahal, sektor konsumsi menyumbang lebih dari 50% terhadap PDB nasional.
- Ketidakpastian Global: Kebijakan perdagangan proteksionis oleh negara-negara maju, termasuk potensi kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, menghadirkan tantangan baru bagi ekspor Indonesia. Penerapan tarif perdagangan sepihak terhadap produk-produk ekspor utama Indonesia, seperti tekstil, sepatu, logam, dan karet, dapat menghambat pertumbuhan.
- Persaingan dengan China: Penguatan substitusi produk lokal dan pengurangan impor dari luar oleh China, sebagai mitra dagang utama Indonesia, menekan permintaan terhadap bahan mentah dan komoditas dari Indonesia.
Prospek Ekonomi ke Depan
Kondisi global yang diliputi ketidakpastian menyebabkan stagnansi ekspor Indonesia, yang berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Jika tren ini berlanjut, Syafruddin memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 hanya akan berada di kisaran 4,95% hingga 5,05%.
Senada dengan Syafruddin, Senior Economist PT Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 4,8%. Ia menekankan bahwa kendala struktural dan siklus ekonomi akan terus membebani perekonomian.
Meski demikian, Fithra melihat beberapa faktor yang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal berikutnya, seperti peningkatan belanja modal dan kejelasan hasil negosiasi tarif perdagangan dengan Amerika Serikat. Namun, ia meragukan bahwa faktor-faktor tersebut akan cukup kuat untuk mendorong ekonomi mencapai target pertumbuhan 5,2%.
"Meskipun pemerintah tetap yakin dengan target resmi 5,2 persen, beberapa indikator menunjukkan bahwa mencapai level ini akan membutuhkan pemulihan yang jauh lebih kuat di Semester II, terutama dalam hal investasi tetap, konsumsi swasta, dan produksi industri," pungkas Fithra.