Korban Pemerasan Seksual Daring Enggan Melapor, Polisi Jamin Kerahasiaan

Keengganan Korban Melapor

Kasus pemerasan dengan modus video call sex (VCS) marak terjadi, namun ironisnya, banyak korban yang memilih untuk tidak melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian. Keengganan ini didasari oleh rasa malu dan ketakutan mendalam bahwa video pribadi mereka akan disebarluaskan oleh pelaku.

"Kejahatan dengan modus operandi ini sangat sering terjadi. Namun tidak banyak korban yang mau melaporkan tindak pidana tersebut. Karena sangat sensitif terdapat konten intim atau privasi pribadi yang dikirimkan oleh korban kepada pelaku," ujar AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, Kasubdit IV Ditres Siber Polda Metro Jaya.

Imbauan dan Jaminan Kerahasiaan dari Pihak Kepolisian

Melihat fenomena ini, AKBP Reonald Simanjuntak dari Subbid Pemnas PMJ mengimbau kepada masyarakat yang merasa menjadi korban pemerasan serupa untuk segera melapor kepada pihak kepolisian. Laporan dari korban sangat penting untuk membantu polisi dalam mengusut tuntas kasus ini dan menangkap para pelaku kejahatan.

Polda Metro Jaya memberikan jaminan kerahasiaan identitas dan keamanan bagi setiap korban yang melapor. Pihak kepolisian menyadari betul betapa sensitifnya kasus ini dan berkomitmen untuk melindungi privasi para korban.

"Sekali lagi kami sampaikan, Polda Metro Jaya akan menjamin kerahasiaan privasi Saudara apabila Saudara melaporkan segala bentuk tindak pidana, mengadukan segala bentuk kejahatan ke Polda Metro Jaya. Kami pastikan bahwa identitas Saudara akan kami rahasiakan dan keamanan Saudara akan kami jamin," tegas AKBP Reonald Simanjuntak.

Pengungkapan Kasus dan Modus Operandi Pelaku

Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya sebelumnya berhasil mengungkap kasus pemerasan dengan modus VCS. Seorang pelaku berinisial MD (25) telah ditangkap, sementara rekannya, I (27), masih dalam pengejaran. Kedua pelaku diketahui merupakan saudara kandung.

Pelaku MD kini telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 45 ayat (10) juncto Pasal 27B ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE. Polisi menjelaskan modus operandi yang digunakan oleh kedua pelaku. Mereka menyasar korban melalui aplikasi Bigo Live dengan berpura-pura menjadi seorang perempuan.

"Modus operandi yang dilakukan oleh pelaku MD ini adalah berawal dengan membuka aplikasi medsos Bigo. Kemudian meng-upload konten yang menarik. Jadi dia berpura-pura seolah-olah menjadi sosok seorang perempuan yang cantik," jelas AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon.

Video yang digunakan pelaku untuk mengelabui korban ternyata didapatkan dari media sosial. Polisi saat ini tengah melakukan profiling terhadap sosok wanita yang dicatut identitasnya oleh pelaku.

"Jadi pada saat melakukan streaming itu pun juga yang diputar adalah video orang lain juga dia akan mengutip video-video dari internet yang dia download dan itu dia gunakan diakui palsunya," imbuhnya.

Setelah berhasil menarik perhatian korban, pelaku mengajak korban berkomunikasi melalui aplikasi Telegram. Di sinilah, pelaku dan korban melakukan VCS. Tanpa disadari oleh korban, kegiatan tersebut direkam oleh pelaku dan digunakan untuk memeras korban.

"Video tersebut memutar sosok seorang perempuan yang bersifat vulgar, dan mengajak korbannya untuk melakukan video call yang sifatnya pribadi atau intim, sehingga menunjukkan organ-organ intim pada si korban," pungkasnya.