Kontroversi Pengiriman Siswa 'Nakal' ke Barak Militer Jawa Barat: Antara Solusi Cepat dan Pertanyaan Efektivitas
Gagasan kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mengirimkan siswa-siswa yang dianggap bermasalah ke barak militer telah resmi berjalan. Sejak Senin, 5 Mei 2025, sejumlah siswa terpilih telah ditempatkan di Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, untuk menjalani program pembentukan karakter dan disiplin selama dua pekan.
Inisiatif ini menyasar siswa-siswa yang teridentifikasi memiliki perilaku menyimpang. Pemilihan siswa didasarkan pada Surat Edaran (SE) Nomor: 43/PK.03.04/KESRA tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya, yang mengklasifikasikan tindakan-tindakan seperti tawuran, kecanduan game, merokok, dan balapan liar sebagai kriteria 'kenakalan' yang memerlukan intervensi melalui pendidikan di lingkungan militer. Surat edaran tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa siswa dengan perilaku-perilaku tersebut akan menerima pembinaan khusus.
Reaksi Akademisi: Apresiasi dengan Catatan
Pengamat Kebijakan Pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Subarsono, M.Si., M.A., memberikan apresiasi terhadap kebijakan ini sebagai sebuah terobosan yang berani. Beliau mengakui bahwa langkah ini merupakan solusi out of the box dalam menghadapi masalah kenakalan remaja yang seringkali sulit diatasi oleh pihak sekolah maupun keluarga. Subarsono berpendapat bahwa dalam kasus-kasus di mana metode konvensional telah gagal, memasukkan siswa ke lingkungan militer untuk pembentukan mental dan karakter bisa menjadi solusi yang layak dicoba. Ia mencontohkan fenomena 'klithih' di Yogyakarta sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja yang membutuhkan penanganan serius.
Namun, Subarsono juga menyampaikan kritik konstruktif terhadap implementasi kebijakan ini. Ia mengibaratkannya dengan lari maraton yang dilakukan dengan tergesa-gesa, tanpa persiapan yang matang. Menurutnya, idealnya, pemerintah daerah seharusnya mengadakan diskusi mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan sebelum menjalankan program ini. Diskusi tersebut idealnya melibatkan perwakilan dari Kemendikbudristek, guru, psikolog, pakar pendidikan, serta pihak militer untuk merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa yang bermasalah.
Subarsono menekankan pentingnya melakukan asesmen dan observasi terhadap siswa sebelum dikirim ke barak militer. Hal ini diperlukan untuk memahami tingkat dan jenis kenakalan yang berbeda-beda antar siswa, sehingga program pembinaan dapat disesuaikan secara efektif. Ia juga mengakui bahwa kebijakan ini berpotensi menimbulkan pro dan kontra, terutama dari kalangan yang berpendapat bahwa mengirim siswa 'nakal' ke barak militer adalah tindakan yang ekstrem dan tidak sesuai dengan pendekatan hukum yang berlaku.
Barak Militer Sebagai Opsi Terakhir
Subarsono menegaskan bahwa pengiriman siswa ke barak militer seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam upaya pembentukan karakter. Secara normatif, tanggung jawab utama pendidikan siswa tetap berada di tangan sekolah dan orang tua. Ia mengusulkan revitalisasi peran guru Bimbingan Konseling (BK) sebagai alternatif untuk mengatasi masalah kenakalan remaja. Menurutnya, guru BK harus mampu menjadi figur yang dapat dipercaya oleh siswa, tempat mereka dapat mencurahkan masalah dan mendapatkan bimbingan yang tepat.
Ia memberikan catatan penting bahwa pendidikan di barak militer harus fokus pada pembentukan disiplin dan bukan semata-mata latihan fisik. Selain itu, pendampingan psikologis selama program sangat penting untuk memastikan kesejahteraan mental siswa. Subarsono juga mengingatkan pihak militer yang terlibat dalam program ini untuk memahami bahwa mereka bukan sedang mendidik calon tentara, melainkan siswa yang membutuhkan terapi sesuai dengan usia mereka.
Sebagai penutup, Subarsono merekomendasikan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ini untuk mengidentifikasi dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Evaluasi ini akan menjadi dasar untuk menentukan apakah program ini perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.