Pengabdian Tanpa Pamrih: Kisah Ketut Budiarta, Garda Depan Adat Bali

Di tengah gemerlap pariwisata Bali, terdapat sosok-sosok yang tanpa lelah menjaga tradisi dan keamanan desa adat. I Ketut Budiarta, seorang pecalang (petugas keamanan desa adat) dari Desa Adat Cemenggoan, Gianyar, adalah salah satunya. Selama bertahun-tahun, ia mengabdikan dirinya untuk menjaga ketertiban dan keamanan desa, bukan demi upah, melainkan karena panggilan hati.

Budiarta, dengan seragam khasnya berupa kemeja hitam, kacamata hitam, dan kain poleng, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Desa Adat Cemenggoan. Tugasnya bukan sekadar mengamankan wilayah, tetapi juga menjalin komunikasi dengan warga pendatang dan memastikan semua pihak menghormati aturan adat yang berlaku. "Menjadi pecalang adalah ngayah (pengabdian) tulus untuk desa," ujarnya, menekankan bahwa motivasi utamanya adalah keinginan untuk berkontribusi bagi masyarakat.

Sistem pengamanan di Desa Adat Cemenggoan terstruktur dengan baik. Pecalang dipilih dari setiap tempekan (wilayah banjar), memastikan representasi yang merata. Mereka bertugas secara bergantian dalam periode lima tahunan. Setelah terpilih, para pecalang ini dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, termasuk pelatihan dasar lalu lintas. Hal ini menunjukkan keseriusan desa dalam mempersiapkan mereka untuk menghadapi berbagai situasi.

Selain menjaga keamanan fisik, Budiarta juga berperan dalam mendata warga pendatang. Data ini sangat penting untuk mengetahui siapa saja yang tinggal di wilayahnya, sehingga memudahkan koordinasi dengan perangkat desa dan tokoh adat jika terjadi masalah. Ia menekankan bahwa pendataan ini dilakukan bukan untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi semua.

Sebagai Ketua Saba Kertha Desa Adat Cemenggoan, Budiarta memiliki pandangan yang tegas terkait peran pihak luar dalam menjaga keamanan Bali. Ia meyakini bahwa kearifan lokal adalah kunci utama. "Orang lokal yang paling tahu kondisi wilayahnya," tegasnya, menyiratkan bahwa intervensi dari luar, terutama ormas yang tidak memahami budaya Bali, tidak akan efektif. Desa Adat Cemenggoan bahkan telah mengambil sikap untuk tidak mengizinkan ormas dari luar beroperasi di wilayah mereka, demi menjaga keharmonisan dan keamanan desa.

Kisah Ketut Budiarta adalah cerminan dari semangat pengabdian yang masih membara di kalangan masyarakat adat Bali. Dedikasinya sebagai pecalang menunjukkan bahwa menjaga tradisi dan keamanan bukan hanya tugas aparat kepolisian, tetapi juga tanggung jawab setiap individu yang peduli terhadap kelestarian budaya dan ketentraman lingkungan.