Investigasi BGN Ungkap Penyebab Utama Kasus Keracunan Massal dalam Program Makan Bergizi Gratis
Badan Gizi Nasional (BGN) telah merilis hasil investigasi terkait serangkaian kasus keracunan massal yang terjadi dalam program makan bergizi gratis (MBG). Temuan ini menyoroti beberapa faktor krusial yang menjadi penyebab utama insiden tersebut. Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa penanganan makanan yang kurang tepat, mulai dari pemilihan bahan baku hingga proses pengolahan dan pendistribusian, menjadi titik lemah yang perlu segera diperbaiki.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Dadan mencontohkan kasus keracunan yang terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan. Analisis menunjukkan bahwa jeda waktu yang terlalu lama antara proses memasak dan konsumsi menjadi faktor signifikan. Makanan yang dimasak terlalu awal dan tidak segera didistribusikan berpotensi mengalami penurunan kualitas dan bahkan terkontaminasi.
"Masalah utamanya adalah makanan dimasak terlalu lama sebelum disajikan," ujar Dadan.
Menanggapi temuan ini, BGN telah melakukan perbaikan mendasar pada Standar Operasional Prosedur (SOP) program MBG. Salah satu poin penting adalah penekanan pada pemilihan bahan baku yang lebih selektif dan segar oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Kasus di PALI menjadi contoh nyata pentingnya pemilihan dan penanganan bahan baku yang tepat. Ikan yang diterima pada hari Jumat, disimpan dalam freezer, kemudian diolah setengah matang dan dibekukan kembali sebelum akhirnya dimasak, berpotensi mengalami perubahan kualitas dan memicu pertumbuhan bakteri berbahaya.
Selain itu, BGN juga memperketat aturan terkait waktu memasak dan penyiapan makanan. Tujuan utamanya adalah meminimalkan potensi makanan menjadi basi atau terkontaminasi sebelum dikonsumsi.
"Kami menetapkan batasan waktu yang ketat antara penerimaan makanan dan konsumsi. Makanan harus sampai 15 menit sebelum jam makan dan dikonsumsi maksimal 30 menit setelahnya. Tidak boleh ada penundaan," tegas Dadan.
Sebagai langkah preventif tambahan, BGN juga mewajibkan uji organoleptik di sekolah sebelum makanan dibagikan kepada siswa. Uji ini bertujuan untuk memastikan bahwa makanan aman dikonsumsi dan tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan atau kontaminasi.
Kasus keracunan siswa setelah mengonsumsi MBG memang menjadi perhatian serius. Insiden terbaru terjadi di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, yang menyebabkan penghentian sementara program MBG di wilayah tersebut. Sebelumnya, kasus serupa juga terjadi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Tasikmalaya, dan SMP Negeri 35 Bandung.
Dengan perbaikan SOP dan pengawasan yang lebih ketat, BGN berharap dapat mencegah terulangnya kasus keracunan dan memastikan program MBG berjalan dengan aman dan efektif, memberikan manfaat gizi yang optimal bagi siswa di seluruh Indonesia.
Berikut adalah poin-poin utama perbaikan SOP yang dilakukan BGN:
- Pemilihan bahan baku yang lebih selektif dan segar
- Pembatasan waktu antara memasak dan konsumsi
- Uji organoleptik di sekolah sebelum makanan dibagikan
- Pengawasan yang lebih ketat terhadap proses pengolahan dan pendistribusian
- Pelatihan dan edukasi bagi petugas SPPG