Polemik Mutasi Dokter Spesialis Anak: Kekhawatiran IDAI Terhadap Pelayanan Pasien dan Pendidikan Calon Dokter
Polemik tengah meliputi dunia kedokteran anak di Indonesia, menyusul keputusan mutasi mendadak terhadap salah seorang tokoh kunci di bidang ini. Dr. Piprim B Yanuarso, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak mutasinya dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati terhadap keberlangsungan pelayanan pasien dan pendidikan calon dokter spesialis.
Dr. Piprim, yang dikenal sebagai pengajar sekaligus pembimbing bagi calon dokter subspesialis kardiologi anak di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang berlokasi di RSCM, menyatakan bahwa mutasi ini akan secara signifikan menghambat perannya sebagai tenaga pendidik. Rumah Sakit Fatmawati, yang bukan merupakan rumah sakit pendidikan, tidak memiliki fasilitas dan program yang memadai untuk mendukung pendidikan subspesialis kardiologi anak. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai nasib para muridnya yang sedang menempuh pendidikan untuk menjadi konsultan anak.
"Bagaimana nasib murid-murid saya jika saya tiba-tiba dimutasi secara paksa ke RS Fatmawati yang notabene bukan RS pendidikan?" ungkap Dr. Piprim dengan nada prihatin.
Lebih lanjut, Dr. Piprim mempertanyakan alasan di balik keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mengklaim bahwa mutasi ini bertujuan untuk memajukan layanan jantung anak di RS Fatmawati. Menurutnya, terdapat mekanisme lain yang lebih efektif dan tidak mengorbankan pelayanan di RSCM, yaitu melalui program pengampuan yang dilakukan oleh divisi kardiologi anak RSCM.
"Untuk memajukan layanan jantung anak di RS Fatmawati bisa dilakukan dengan mekanisme pengampuan yang dilakukan divisi kardiologi anak," jelasnya.
Dr. Piprim menekankan bahwa Kemenkes memiliki beragam opsi lain untuk meningkatkan layanan kesehatan tanpa harus mengorbankan pelayanan jantung anak di RSCM, serta pendidikan para calon konsultan anak. Ia khawatir mutasi ini akan berdampak negatif terhadap kualitas pelayanan kesehatan jantung anak secara keseluruhan.
Jika mutasi ini tidak dapat dihindari, Dr. Piprim menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pasien dan murid-muridnya di RSCM. Ia menyadari bahwa mutasi ini akan menghambat kemampuannya untuk memberikan pelayanan dan bimbingan yang optimal.
"Kepada pasien-pasien saya, apabila mutasi ini jadi dilakukan, saya mohon maaf," tuturnya dengan nada sedih. Ia juga meminta maaf kepada orang tua muridnya karena setelah dimutasi, ia tak bisa lagi memberikan pelajaran kepada putra-putri mereka.
"Mohon doanya, mudah-mudahan kita bisa memberikan yang terbaik untuk anak-anak Indonesia," harap Dr. Piprim.
Menanggapi polemik ini, Direktur Utama (Dirut) RSCM, dr. Supriyanto Dharmoredjo, menegaskan bahwa keputusan rotasi Dr. Piprim sepenuhnya merupakan kewenangan Kementerian Kesehatan. Ia menjelaskan bahwa rotasi ini merupakan bagian dari kebijakan organisasi (tour of duty) yang bertujuan untuk pemerataan kompetensi antar rumah sakit Kemenkes.
"Surat keputusan rotasi dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan," kata dr. Supriyanto.
Lebih lanjut, dr. Supriyanto menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas bagi masyarakat. Namun, pernyataan ini tidak meredakan kekhawatiran yang diungkapkan oleh Dr. Piprim dan IDAI terkait potensi dampak negatif mutasi ini terhadap pelayanan pasien dan pendidikan calon dokter spesialis anak.
Kasus ini menyoroti kompleksitas tantangan dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor kesehatan, serta pentingnya mempertimbangkan dampak kebijakan terhadap berbagai pihak yang terlibat, termasuk pasien, tenaga medis, dan institusi pendidikan.