Jerat Sextortion Bermodus Video Call Seks, Kakak Beradik Asal Palembang Perdaya Puluhan Pria

Subdirektorat IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya mengungkap kasus pemerasan daring (sextortion) yang menjerat puluhan pria sebagai korban. Modus operandi yang digunakan pelaku adalah panggilan video seks (VCS). Dua orang pelaku yang merupakan kakak beradik asal Palembang, Sumatera Selatan, berinisial MD berhasil diringkus, sementara I masih dalam pengejaran dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Kasus ini terungkap setelah seorang korban berinisial BP melaporkan kejadian yang menimpanya ke Polda Metro Jaya pada awal Februari 2025. Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh tim siber Polda Metro Jaya. AKBP Herman, Kasubdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa modus yang digunakan pelaku terbilang umum, namun banyak korban enggan melaporkan karena sifatnya yang sensitif, melibatkan konten intim dan privasi pribadi.

Kronologi kejadian bermula ketika MD aktif di aplikasi Bigo, mengunggah konten-konten provokatif yang bertujuan memancing perhatian calon korban. MD membuat profil palsu dengan identitas seorang wanita cantik untuk menarik perhatian pria. Setelah berhasil menarik perhatian korban, komunikasi berlanjut melalui aplikasi Telegram. Di platform ini, MD secara perlahan membujuk dan merayu korban untuk melakukan VCS.

Dalam menjalankan aksinya, pelaku menggunakan trik licik. Saat VCS berlangsung, MD mengarahkan kamera ponselnya ke layar ponsel lain yang memutar video wanita dengan adegan vulgar. Korban tidak menyadari bahwa dirinya sedang direkam saat melakukan aktivitas pribadi tersebut. Rekaman inilah yang kemudian digunakan MD untuk memeras korban.

"Pelaku mengajak korbannya untuk melakukan video call yang sifatnya pribadi atau intim, sehingga menunjukkan organ-organ intim pada si korban," ujar AKBP Herman. "Jika korban tidak menuruti apa yang diminta oleh pelaku, maka pelaku akan mengancam menyebarkan video tersebut kepada keluarga ataupun rekan-rekan terdekat korban."

Sebelum melancarkan aksi pemerasan, pelaku terlebih dahulu mengumpulkan informasi pribadi tentang korban. Hal ini dilakukan untuk mempermudah aksi mereka dalam menekan korban.

"Terhadap laporan (BP) yang kami tangani, kerugian yang dialami korban kurang lebih Rp 2,5 juta," ucap AKBP Herman.

Berdasarkan penyelidikan, MD dan I telah menjalankan aksi kejahatan ini sejak pertengahan tahun 2024 dan berhasil meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah.

Atas perbuatannya, MD dijerat dengan Pasal 45 ayat (10) jo. Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Ia terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar.

Daftar Pasal yang menjerat pelaku:

  • Pasal 45 ayat (10) jo.
  • Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.

Berikut daftar kerugian korban:

  • Rp 2,5 Juta (Korban BP).
  • Ratusan Juta Rupiah (Total Keuntungan Pelaku).