Adinkes Dorong Penggunaan Dana Desa untuk Atasi Stunting Nasional

Pencegahan dan penanggulangan stunting di Indonesia memerlukan pendekatan inovatif, pemanfaatan teknologi, dan kolaborasi yang berkelanjutan. Upaya ini krusial untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, dimulai dengan memperkuat fondasi kesehatan masyarakat di tingkat desa, termasuk pengendalian penyakit dan fokus pada pengentasan stunting.

Stunting masih menjadi isu kesehatan utama di Indonesia. Meskipun ada penurunan prevalensi dalam satu dekade terakhir, data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan angka stunting masih berada di 21,5 persen. Angka ini melampaui standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 20 persen.

Ketua Umum Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes), M. Subuh, menyatakan bahwa pihaknya aktif mendukung pemerintah dalam menggerakkan perangkat desa untuk berperan aktif dalam pengendalian stunting. Menurutnya, Adinkes melakukan evaluasi terhadap efektivitas program, terutama dalam penanggulangan stunting dan penyakit menular melalui lokakarya. Partisipasi perwakilan dinas kesehatan dari berbagai daerah diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan advokasi di tingkat desa.

Pendekatan melalui perangkat desa dinilai efektif dan mendapatkan respons positif dari masyarakat. Adinkes terus berinovasi dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi dalam dan luar negeri, masyarakat, serta sektor swasta.

Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Bali, I Wayan Sumarjaya, menekankan pentingnya mendorong setiap desa untuk memiliki kesadaran terhadap kesehatan, di mana isu kesehatan menjadi prioritas utama dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Sinergi program, sumber daya, dan pendanaan desa akan mempercepat upaya mewujudkan keluarga sehat dan mandiri.

Sumarjaya menjelaskan bahwa tantangan kesehatan di masyarakat desa sangat kompleks, meliputi akses terbatas ke layanan kesehatan dasar, kekurangan tenaga medis, penyakit menular dan tidak menular, serta masalah gizi buruk dan stunting. Oleh karena itu, sosialisasi berbasis kearifan lokal sangat diperlukan, termasuk dukungan pemberdayaan, kolaborasi, dan prioritas penggunaan dana desa untuk meningkatkan layanan kesehatan dasar di desa.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Samarinda, Rudi Agus, menambahkan bahwa pemberian Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus (PKGK) sangat penting dalam pencegahan stunting. PKGK dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan gizi tertentu akibat kondisi fisik atau fisiologis, penyakit, atau gangguan tertentu.

"Dalam mengatasi stunting, kami memberikan PKGK yang mencakup PKMK (Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus) dan PDK (Pemberian Diet Khusus). Hal ini sejalan dengan 11 intervensi spesifik percepatan penurunan stunting, terutama pemberian makanan tambahan protein hewani. Inilah mengapa kami mendukung PKMK dan PDK," jelas Rudi.