Polemik Program Makan Bergizi Gratis: Insiden Keracunan Bayangi Keberhasilan yang Diklaim

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah, meski diklaim sukses besar, masih menyisakan sejumlah persoalan serius. Kasus keracunan makanan yang menimpa siswa di berbagai daerah menjadi sorotan tajam, menimbulkan pertanyaan tentang standar keamanan dan kualitas program tersebut.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, menyatakan bahwa pihaknya tengah melakukan investigasi mendalam terkait kasus keracunan MBG yang terjadi di Bandung, Tasikmalaya, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Dadan menjelaskan bahwa makanan untuk program MBG di Bandung bahkan dimasak oleh juru masak profesional dari restoran, dengan tujuan menjaga kualitas dan kebersihan makanan. "Chef-nya pun adalah chef restoran. Jadi, sebetulnya dari segi kualitas makanan, higienis sudah memenuhi syarat. Tapi, ada beberapa siswa yang terdampak," ujarnya.

BGN menduga bahwa salah satu penyebab keracunan adalah proses pengolahan makanan yang terlalu dini dan kurang cepat dalam pendistribusiannya. "Yang (kasus) di Bandung, di Tasikmalaya, di PALI, yang baru terjadi, itu karena masakan terlalu awal dimasak dan tidak cepat untuk di-delivery," kata Dadan. Sementara itu, kasus di PALI diduga disebabkan oleh penyimpanan ikan yang terlalu lama dan proses pengolahan yang kurang tepat, yaitu dimasak setengah matang lalu dibekukan kembali sebelum akhirnya diolah kembali.

Serangkaian insiden keracunan MBG terjadi di beberapa lokasi:

  • SMP Negeri 35 Bandung (30 April 2025)
  • SPPG Yayasan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Tasikmalaya (1 Mei 2025)
  • Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan (5 Mei 2025)

Di tengah maraknya kasus keracunan, Presiden Prabowo Subianto mengklaim bahwa program MBG telah mencapai keberhasilan sebesar 99,99 persen. Klaim ini didasarkan pada perbandingan antara jumlah kasus keracunan dengan total penerima program MBG, yang mencapai sekitar 3 juta siswa dan akan terus bertambah. Menurut perhitungan Prabowo, dari sekitar 3 juta penerima, hanya sekitar 200 orang yang mengalami keracunan atau masalah pencernaan, yang setara dengan 0,005 persen. "Yang rawat inap hanya 5 orang. Jadi bisa dikatakan yang keracunan atau yang perutnya enggak enak sejumlah 200 orang, itu 200 dari 3 koma sekian juta kalau tidak salah adalah 0,005 persen. Berarti keberhasilannya adalah 99,99 persen," ujar Prabowo dalam sidang kabinet paripurna.

Meski demikian, Presiden Prabowo tetap memberikan perhatian serius terhadap kasus keracunan dan menekankan pentingnya perbaikan. Ia menargetkan agar tidak ada lagi kasus keracunan MBG di masa mendatang, serta mengingatkan seluruh jajaran menteri dan kepala lembaga untuk tidak cepat berpuas diri dan terus meningkatkan kualitas program MBG.