Pemerintah Pertimbangkan Penghapusan Utang Istaka Karya ke BUMN demi Vendor
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang menjajaki opsi penghapusan utang PT Istaka Karya (Persero) kepada sejumlah BUMN lainnya. Langkah ini diambil dengan tujuan agar Istaka Karya, yang telah dinyatakan pailit, dapat memprioritaskan pembayaran utang kepada vendor eksternal yang telah lama tertunda.
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, mengungkapkan bahwa beberapa BUMN telah menyatakan kesediaannya untuk melepas hak tagih mereka kepada Istaka Karya. Kesediaan ini tertuang dalam surat yang disampaikan kepada hakim pengawas. BUMN yang dimaksud antara lain Bank Syariah Indonesia (BSI), Brantas Abipraya, Waskita Karya, dan Wijaya Karya (WIKA).
"Intinya mereka bersedia melepas hak tagihannya dengan asas keadilan, di mana sebagai perusahaan terafiliasi, mereka mendahulukan kepentingan kreditur eksternal yang merupakan vendor-vendor berskala kecil," ujar Kartika dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI.
Dasar hukum untuk penghapusan tagih utang BUMN ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN. Dalam undang-undang tersebut, Menteri BUMN selaku perwakilan pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk menetapkan kriteria penghapusan buku dan penghapusan tagih aset BUMN, tentunya dengan persetujuan Presiden. Saat ini, Kementerian BUMN sedang menyusun konsep kriteria umum penghapusan tagih dalam konteks kepailitan BUMN untuk diajukan kepada Presiden.
Kartika menambahkan, setelah kriteria umum disetujui Presiden, pelaksanaan penghapusan tagih cukup memerlukan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kementerian BUMN akan berkoordinasi dengan kurator dan hakim pengawas dalam proses ini untuk memastikan tidak ada gugatan di kemudian hari. Selain itu, kurator juga didorong untuk mempercepat pelepasan aset Istaka Karya, dan BUMN yang memiliki kepentingan yang sama dengan aset-aset tersebut diharapkan dapat membelinya.
Menurut catatan, Istaka Karya memiliki utang kepada 179 vendor dengan total tagihan mencapai Rp 786 miliar. Utang ini merupakan imbas dari proyek-proyek yang telah diselesaikan oleh para vendor, namun pembayarannya belum dilunasi.