Melampaui Angka: Memahami Kemiskinan dari Berbagai Dimensi

Kemiskinan, sebuah isu kompleks yang terus menghantui berbagai belahan dunia, seringkali diukur melalui pendekatan moneter yang berfokus pada pendapatan dan pengeluaran. Namun, pandangan ini menuai kritik karena dinilai terlalu sempit dan tidak mampu menangkap esensi kemiskinan yang sebenarnya. Amartya Sen, seorang ekonom peraih Nobel, berpendapat bahwa kemiskinan seharusnya dipahami sebagai kekurangan kapabilitas, yaitu ketidakmampuan individu untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan bernilai.

Pendekatan kapabilitas (capability approach) muncul sebagai alternatif untuk mengukur kemiskinan. Pendekatan ini menekankan pada kebebasan nyata yang dimiliki individu untuk memilih dan mencapai kehidupan yang mereka inginkan. Dengan kata lain, kesejahteraan tidak hanya dinilai dari apa yang tampak secara kasat mata, tetapi juga dari kemampuan seseorang untuk memiliki pilihan dan mengejar tujuan hidup sesuai dengan nilai dan keyakinannya. Pendekatan ini menekankan bahwa partisipasi aktif dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik juga merupakan aspek penting yang dapat memperluas kapabilitas seseorang.

Mengukur Kemiskinan Multidimensi

Konsep capability approach melahirkan pendekatan kemiskinan multidimensi, yang mengukur kemiskinan dari berbagai dimensi penting seperti kesehatan, pendidikan, standar hidup, dan lainnya. Salah satu ukuran yang paling dikenal adalah Global Multidimensional Poverty Index (MPI), yang mengukur kemiskinan berdasarkan tiga dimensi utama:

  • Kesehatan: Tingkat kematian anak dan status gizi.
  • Pendidikan: Lama sekolah dan tingkat kehadiran di sekolah.
  • Standar Hidup: Akses terhadap sanitasi yang layak, air minum yang aman, ketersediaan listrik, kondisi tempat tinggal, dan kepemilikan aset dasar.

Setiap dimensi memiliki beberapa indikator, dan rumah tangga diklasifikasikan berdasarkan apakah mereka mengalami kekurangan (deprived) atau tidak. Skor kemudian diagregasikan untuk menentukan apakah sebuah rumah tangga tergolong miskin secara multidimensi.

Bank Dunia juga mengembangkan Multidimensional Poverty Measure (MPM), yang memasukkan indikator pendapatan atau pengeluaran sebagai salah satu dimensi. MPM terdiri dari dimensi moneter, pendidikan, dan akses terhadap infrastruktur. Dimensi moneter diukur dengan konsumsi atau pendapatan harian yang kurang dari 2,15 dollar AS.

Tantangan dan Peluang

Setiap definisi dan alat ukur kemiskinan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kemiskinan multidimensi menawarkan pandangan yang lebih luas, namun juga menghadapi tantangan seperti keterbatasan data, subjektivitas dalam pembobotan indikator, dan potensi korelasi antarindikator. Oleh karena itu, pendekatan moneter dan non-moneter dapat digunakan secara komplementer.

Dalam konteks Indonesia, pendekatan kemiskinan multidimensi relevan untuk melengkapi pengukuran kemiskinan berbasis pendapatan. Indeks kemiskinan multidimensi bersifat fleksibel dan dapat diadaptasi sesuai dengan kondisi lokal. Penelitian dan publikasi telah menerapkan pendekatan ini dalam konteks Indonesia.

Memahami kemiskinan dari berbagai dimensi memungkinkan kita untuk merancang kebijakan yang lebih efektif dan tepat sasaran, serta membantu individu dan masyarakat untuk keluar dari lingkaran kemiskinan dan mencapai kehidupan yang lebih baik.