Penolakan GRIB Jaya di Bali: Mengulik Profil dan Kontroversi Ormas Besutan Hercules

Gelombang Penolakan GRIB Jaya di Bali: Sorotan pada Profil dan Kontroversi Ormas Hercules

Kehadiran organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali menuai reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari pecalang hingga pejabat daerah. Penolakan ini memicu perdebatan tentang peran dan dampak ormas tersebut di tengah kearifan lokal Pulau Dewata.

Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap kehadiran GRIB Jaya di Bali. Beliau berpendapat bahwa Bali telah memiliki sistem pengamanan adat yang kuat, yaitu pecalang, yang selama ini efektif menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

GRIB Jaya: Kilas Balik Profil dan Kontroversi

GRIB Jaya, sebuah ormas yang didirikan pada tahun 2011, berada di bawah kepemimpinan Rosario de Marshall, atau yang lebih dikenal dengan nama Hercules. Hercules menjabat sebagai Ketua Umum GRIB Jaya untuk periode 2024-2029.

Lahir dari keluarga petani di Dili, Timor Timur, Hercules tiba di Jakarta Timur pada tahun 1987. Namanya mencuat sebagai figur kontroversial, terutama karena reputasinya sebagai mantan preman Tanah Abang. Pendirian GRIB Jaya oleh Hercules dilatarbelakangi oleh ambisi untuk membangun sinergi dan jaringan yang kuat dengan pemerintah serta aparat negara, termasuk TNI dan Polri.

Berdasarkan data dari situs resmi GRIB Jaya, ormas ini memiliki jaringan yang luas, dengan 292 Dewan Perwakilan Daerah (DPD), 215 Dewan Pimpinan Cabang (DPC), dan 691 Pengurus Anak Cabang (PAC).

Selain citra kontroversial, Hercules juga dikenal memiliki kedekatan politik dengan Prabowo Subianto. GRIB Jaya secara konsisten memberikan dukungan kepada Prabowo dalam setiap Pemilihan Presiden (Pilpres) sejak tahun 2014 hingga 2024.

Rentetan Kontroversi yang Mewarnai GRIB Jaya

Sejak awal berdirinya, GRIB Jaya telah mencatatkan sejumlah kontroversi. Salah satunya adalah bentrokan dengan ormas Pemuda Pancasila di Blora, Jawa Tengah, pada 14 Januari 2025. Insiden tersebut dipicu oleh perbedaan pandangan mengenai legalitas GRIB Jaya di wilayah tersebut, yang berujung pada deklarasi damai. Akibatnya, 12 orang mengalami luka-luka dan beberapa kendaraan rusak.

Pada April 2025, Ketua DPP GRIB Jaya Jawa Barat, Gabryel Alexander Etwiorry, mengancam Gubernur Jawa Barat saat itu, Dedi Mulyadi. Gabryel mengancam akan mengerahkan puluhan ribu anggota ormas ke Gedung Sate. Dedi dianggap mencari masalah dengan ormas yang dulu membantunya memenangkan dirinya sebagai gubernur.

Anggota GRIB Jaya juga terlibat dalam aksi pembakaran mobil dan penganiayaan terhadap anggota Polres Metro Depok pada April 2025. Aksi tersebut diotaki oleh TS, yang menjabat sebagai Ketua GRIB Jaya Harjamukti.

Pada Mei 2025, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengecam Hercules atas penghinaan terhadap mantan Gubernur Jakarta, Letjen (Purn) Sutiyoso, dengan sebutan 'bau tanah'.

Di Bali, kontroversi terkait GRIB Jaya mencuat setelah foto pelantikan Ketua DPD GRIB Bali, Yosef Nahak, viral di media sosial. Dalam acara tersebut, terlihat bendera Partai Gerindra yang menambah kontroversi tersebut. Penolakan terhadap kehadiran GRIB Jaya di Bali datang dari berbagai pihak, termasuk Wakil Gubernur Giri Prasta, pecalang, dan warga setempat.

Kehadiran GRIB Jaya di Bali terus menjadi sorotan. Penolakan yang muncul mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap potensi gangguan keamanan dan ketertiban, serta komitmen untuk menjaga kearifan lokal dan tradisi Bali.