Pengungkapan Kasus Penyelewengan BBM Subsidi di Sulawesi Tenggara: Kerugian Negara Mencapai Rp 105 Miliar

Pengungkapan Kasus Penyelewengan BBM Subsidi di Sulawesi Tenggara: Kerugian Negara Mencapai Rp 105 Miliar

Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Biosolar di Kolaka, Sulawesi Tenggara. Praktik ilegal ini telah mengakibatkan kerugian negara yang signifikan, diperkirakan mencapai Rp 105.420.000.000. Modus operandi yang digunakan para pelaku melibatkan pembelokan distribusi BBM subsidi dari jalur resmi ke pasar gelap. Biosolar bersubsidi, yang seharusnya dialirkan ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), dan Agen Penyaluran Minyak dan Biosolar (APMS), justru dialihkan ke gudang penimbunan ilegal.

Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, menjelaskan kronologi kejahatan tersebut dalam konferensi pers di Jakarta. Para pelaku diduga memanfaatkan selisih harga yang cukup signifikan antara Biosolar subsidi (Rp 6.800 per liter) dan Biosolar non-subsidi (Rp 19.300 per liter). Selisih harga yang mencapai Rp 12.550 per liter ini menjadi daya tarik utama bagi para pelaku untuk melakukan praktik ilegal tersebut. BBM subsidi yang ditimbun kemudian dijual kembali ke para penambang dan kapal tongkang dengan harga non-subsidi, menghasilkan keuntungan yang sangat besar.

Berdasarkan pengakuan para pelaku, dalam satu bulan mereka mampu menimbun dan menjual kembali hingga 350.000 liter Biosolar subsidi. Hal ini menghasilkan potensi keuntungan mencapai Rp 4.392.500.000 per bulan. Operasi gudang penimbunan ilegal ini telah berjalan selama dua tahun, memperparah dampak kerugian negara. Saat ini, penyidik Bareskrim Polri tengah menyelidiki empat orang yang diduga terlibat dalam kasus ini. Mereka adalah:

  • BK, pemilik gudang penimbunan ilegal.
  • A, pemilik SPBU Nelayan di Poleang Tenggara.
  • T, pemilik mobil tangki yang digunakan untuk mengangkut BBM subsidi.
  • Seorang pegawai PT Pertamina Patra Niaga yang diduga membantu proses pembelokan BBM subsidi.

Sebagai barang bukti, polisi telah menyita 10.950 kubik liter BBM subsidi. Meskipun belum ada penetapan tersangka, penyelidikan kasus ini terus berlanjut untuk mengungkap seluruh jaringan dan aktor yang terlibat. Polri berkomitmen untuk menindak tegas para pelaku kejahatan ekonomi yang merugikan keuangan negara. Kasus ini menjadi peringatan penting akan perlunya pengawasan yang lebih ketat dalam distribusi BBM subsidi agar praktik penyelewengan serupa dapat dicegah di masa mendatang. Langkah-langkah preventif dan penegakan hukum yang tegas sangat penting untuk melindungi kepentingan publik dan memastikan ketersediaan BBM subsidi bagi masyarakat yang berhak menerimanya.

Langkah selanjutnya yang akan diambil pihak kepolisian adalah melakukan pendalaman investigasi untuk mengungkap seluruh jaringan pelaku dan mengusut tuntas aliran dana hasil kejahatan ini. Kerjasama antar instansi terkait, termasuk PT Pertamina, juga akan terus ditingkatkan untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Kasus ini menjadi sorotan penting bagi upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas harga BBM dan mencegah kerugian negara yang lebih besar di masa depan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BBM subsidi menjadi kunci utama dalam mengatasi permasalahan ini.