Pengamat Dorong Integrasi Transportasi Publik dalam Rencana Larangan Motor ke Sekolah
Kebijakan pelarangan siswa membawa kendaraan bermotor ke sekolah, yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, menuai dukungan dari kalangan pengamat transportasi dan keselamatan jalan. Meski demikian, para ahli menekankan perlunya integrasi yang komprehensif dengan sistem transportasi publik yang memadai.
Jusri Pulubuhu, pendiri sekaligus instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), menyatakan bahwa kebijakan ini tidak bisa berdiri sendiri. Menurutnya, keberhasilan pelarangan penggunaan sepeda motor oleh pelajar sangat bergantung pada ketersediaan dan aksesibilitas transportasi publik, terutama di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. Jusri menyoroti potensi kesulitan yang mungkin dihadapi siswa yang tinggal di daerah terpencil tanpa akses memadai ke transportasi umum jika kebijakan ini diterapkan tanpa persiapan yang matang. Ia menekankan bahwa penguatan infrastruktur dan layanan transportasi publik harus menjadi prioritas utama sebelum larangan tersebut diberlakukan.
Lebih lanjut, Jusri menyoroti pentingnya peran serta aktif orang tua dalam mendukung kebijakan ini. Ia menekankan bahwa tanggung jawab untuk memastikan keselamatan anak-anak tidak hanya berada di tangan pemerintah dan sekolah, tetapi juga di pundak keluarga. Orang tua memiliki peran krusial dalam mengawasi dan membimbing anak-anak mereka, terutama bagi mereka yang tinggal jauh dari sekolah dan sulit mengakses transportasi umum.
Menanggapi tantangan jarak dan keterbatasan transportasi publik, Jusri menyarankan agar masyarakat mencari solusi inovatif untuk memperpendek jarak tempuh menggunakan kendaraan pribadi. Ia mengusulkan konsep "titik simpul transportasi umum" sebagai alternatif. Dalam model ini, siswa atau orang tua dapat menggunakan kendaraan pribadi untuk mencapai titik-titik strategis yang terhubung dengan jaringan transportasi publik, seperti halte bus atau stasiun kereta api. Dengan demikian, perjalanan yang lebih panjang dan berisiko menggunakan sepeda motor dapat dihindari.
Jusri mencontohkan, alih-alih menempuh jarak 20 kilometer dari rumah ke kantor dengan sepeda motor, seseorang dapat berkendara sejauh 2 kilometer ke halte bus terdekat dan melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum. Ia menekankan bahwa semakin panjang jarak yang ditempuh dengan sepeda motor, semakin besar pula risiko kecelakaan yang dihadapi. Oleh karena itu, meminimalkan jarak berkendara pribadi dan mengoptimalkan penggunaan transportasi publik adalah kunci untuk meningkatkan keselamatan di jalan raya. Dengan demikian, pelarangan motor ke sekolah harus menjadi bagian dari rencana yang lebih besar untuk meningkatkan keselamatan dan memperbaiki transportasi.