Kasus Amputasi Kaki Tanpa Persetujuan di RSU Mitra Sejati Medan: Pihak Keluarga Tegas Tolak Klaim Perdamaian

Kasus Amputasi Kaki Tanpa Persetujuan di RSU Mitra Sejati Medan: Pihak Keluarga Tegas Tolak Klaim Perdamaian

Proses hukum terkait dugaan malapraktik medis di Rumah Sakit Umum (RSU) Mitra Sejati Medan yang menimpa JS (43) memasuki babak baru. Kuasa hukum korban, Hans Benny Silalahi, dengan tegas membantah klaim pihak rumah sakit yang menyatakan telah tercapai perdamaian. Pernyataan tersebut disampaikan Hans melalui sambungan telepon pada Sabtu, 8 Maret 2025, menanggapi pernyataan Kepala Hukum RSU Mitra Sejati, Erwinsyah Lubis, dua hari sebelumnya.

Lubis sebelumnya menyatakan kepada Kompas.com bahwa kasus ini telah selesai dan kedua belah pihak telah berdamai. Namun, pernyataan tersebut dibantah keras oleh pihak keluarga korban. Hans menjelaskan bahwa memang ada pertemuan antara kuasa hukum dokter yang menangani JS dengan keluarga korban, namun pertemuan tersebut hanya bersifat silaturahmi, bukan negosiasi perdamaian. Dalam pertemuan tersebut, sebuah surat perdamaian yang meminta pencabutan laporan polisi dari pihak korban sempat diajukan, dan sempat ditandatangani. Akan tetapi, Hans menekankan bahwa perdamaian hanya sah jika melibatkan kesepakatan kedua belah pihak. Karena hingga kini, tidak ada itikad baik lanjutan dari pihak dokter atau rumah sakit, maka pihak keluarga korban menganggap tidak ada perdamaian yang terjadi. Oleh karena itu, pihak keluarga JS tetap bertekad melanjutkan proses hukum di Polda Sumut untuk memperjuangkan keadilan.

Kronologi kejadian bermula pada Minggu, 23 Februari 2025, ketika JS datang ke RSU Mitra Sejati untuk mengobati luka tusukan paku di jari kaki kanannya. Setelah pemeriksaan, dokter menyarankan rawat inap dan operasi. Suami JS kemudian menandatangani formulir persetujuan pembiusan dan operasi jari kaki pada hari operasi, sekitar pukul 15.00 WIB. Namun, ketika operasi selesai, keluarga terkejut mendapati bahwa bukan jari kaki JS yang dioperasi, melainkan kaki kanannya diamputasi dari bagian betis. Kejadian ini menimbulkan kehebohan dan memantik kecurigaan keluarga korban atas dugaan malapraktik medis yang dilakukan oleh pihak rumah sakit.

Perbedaan pernyataan antara pihak RSU Mitra Sejati dan kuasa hukum korban menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas rumah sakit dalam menangani kasus ini. Pihak RSU Mitra Sejati hanya menyebut kejadian tersebut sebagai kesalahpahaman, tanpa memberikan penjelasan rinci mengenai proses medis yang mengakibatkan amputasi kaki korban tanpa persetujuan keluarga. Ketidakjelasan tersebut semakin memperkuat dugaan malapraktik medis dan memicu desakan publik agar kasus ini diusut tuntas secara hukum. Pihak keluarga korban berharap agar aparat penegak hukum dapat mengungkap kebenaran dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa JS.

Berikut poin penting yang perlu diperhatikan dalam kasus ini:

  • Terdapat perbedaan pernyataan antara pihak RSU Mitra Sejati dan kuasa hukum korban terkait status perdamaian.
  • Keluarga korban menduga terjadi malapraktik medis karena amputasi kaki dilakukan tanpa persetujuan.
  • Pihak keluarga korban akan tetap melanjutkan proses hukum.
  • RSU Mitra Sejati menyatakan kasus tersebut sebagai kesalahpahaman.
  • Proses hukum akan fokus pada dugaan pelanggaran prosedur medis dan kurangnya transparansi dari pihak rumah sakit.