Kejagung Kembali Jerat Pengacara Marcella Santoso dalam Kasus TPPU
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan pengacara Marcella Santoso sebagai tersangka. Kali ini, penetapan status tersangka terkait dengan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam penanganan perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Selain Marcella Santoso, Kejagung juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu advokat Ariyanto Bakri dan Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.
"Ada beberapa peristiwa hukum yang harus dimintai pertanggung jawaban terhadap yang bersangkutan," ujar salah satu penyidik Kejagung.
Penyidik juga menambahkan bahwa terkait dengan tuntutan terhadap para tersangka, proses hukum masih panjang dan akan terus diikuti perkembangannya.
Kasus yang menjerat Marcella Santoso ini membuka kemungkinan untuk digabungkan atau dipisah, tergantung pada temuan hukum yang diperoleh oleh penyidik.
Sebelumnya, Marcella Santoso telah menjadi tersangka dalam dua kasus berbeda, yaitu kasus vonis lepas (ontslag) dalam perkara crude palm oil (CPO) terhadap tiga korporasi, serta kasus perintangan penyidikan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Ariyanto Bakri dan Muhammad Syafei juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus vonis lepas perkara CPO tersebut.
Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait dengan kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Delapan tersangka tersebut meliputi:
- Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta,
- Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan,
- Kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri,
- Tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yaitu Djuyamto (ketua majelis), Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom (anggota).
- Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.
Muhammad Syafei diduga berperan sebagai pihak yang menyiapkan uang suap sebesar Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya. Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, diduga menerima uang suap sebesar Rp 22,5 miliar. Suap tersebut diberikan dengan tujuan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO memberikan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) adalah putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.