Pangkalan Gas di Karawang Jadi Dalang Pengoplosan LPG Subsidi, Keuntungan Ilegal Capai Miliaran Rupiah
Modus operandi pengoplosan gas LPG bersubsidi 3 kg berhasil dibongkar oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri di sebuah pangkalan yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Praktik ilegal ini, yang telah berlangsung selama setahun, diperkirakan meraup keuntungan haram sebesar Rp 1,2 miliar.
Brigjen Nunung Syaifuddin, Dirtipidter Bareskrim Polri, mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti dengan laporan polisi bernomor LP/A/46/IV/2025/SPKT/DITTIPIDTER/BARESKRIM POLRI tertanggal 30 April 2025. Dalam kasus ini, pemilik gudang berinisial TN alias E, telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Berdasarkan Laporan Polisi Nomor 42 di Karawang, tersangka memperoleh keuntungan sebesar Rp 106.356.000 per bulan dari tindak pidana ini," ungkap Brigjen Nunung dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, pada Senin (5/5/2025).
"Jika diakumulasikan selama satu tahun, total keuntungan yang diperoleh mencapai sekitar Rp 1.276.272.000," tambahnya.
Yang lebih mencengangkan, praktik pengoplosan ini justru dilakukan oleh pangkalan penyalur gas itu sendiri. Padahal, seharusnya pangkalan bertugas menyalurkan gas kepada pengecer atau konsumen akhir.
"Ini menarik, biasanya pelaku membeli dari pangkalan lalu menyuntik atau memindahkan ke tabung non-subsidi. Namun, dalam kasus ini, pangkalan itu sendiri yang terlibat," jelas Brigjen Nunung.
"Karena pangkalan ini yang bermain, terjadi kelangkaan lokal LPG 3 kg. Inilah salah satu alasan mengapa kami tahu adanya penyalahgunaan LPG ini, yaitu karena kelangkaan di sekitar pangkalan," terangnya.
Modus yang digunakan tersangka TN adalah mendirikan pangkalan gas LPG sebagai kedok untuk mengumpulkan tabung LPG 3 kg bersubsidi. Tabung-tabung ini kemudian digunakan sebagai bahan baku dalam proses pengoplosan ke tabung LPG 12 kg non-subsidi.
"Setelah tabung 3 kg terkumpul, isinya disuntikkan ke tabung non-subsidi 12 kg menggunakan regulator modifikasi dan es batu," jelasnya.
Setelah proses pengoplosan selesai, tabung 12 kg hasil oplosan tersebut dijual kepada masyarakat dengan harga non-subsidi. Namun, volume gas di dalamnya tidak sesuai dengan standar yang seharusnya.
"Untuk mengisi tabung 12 kg, dibutuhkan empat tabung 3 kg. Setelah terisi, tabung 12 kg ditimbang dengan timbangan digital," tutur Brigjen Nunung.
"Selanjutnya, tabung gas non-subsidi 12 kg hasil suntikan dijual ke masyarakat dengan harga non-subsidi, namun dengan isi tabung gas yang tidak sesuai standar atau kurang," imbuhnya.
Dari tangan tersangka TN, polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk:
- 254 tabung gas 3 kg
- 338 tabung gas 5,5 kg
- 94 tabung gas 12 kg
- 20 regulator atau alat suntik modifikasi
- 10 potongan ember
- 1 unit handphone
- 1 buku catatan pembelian tabung gas 3 kg
- 1 unit mobil pikap
Atas perbuatannya, TN dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Ia terancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda Rp 60 miliar.