Program Kampus Berdampak: Upaya Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa di Era Digital dan Memperkuat Komunitas
Program Kampus Berdampak: Meningkatkan Kompetensi dan Membangun Komunitas
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan program "Kampus Berdampak" pada April 2025. Program ini digadang-gadang sebagai kelanjutan dari inisiatif Kampus Merdeka, namun dengan penekanan pada otonomi pelaksanaan di masing-masing perguruan tinggi.
Prof. Dr. Sukardiman MS Apt., seorang pakar dari Universitas Airlangga (Unair), menyampaikan pandangannya mengenai program ini. Menurutnya, Kampus Berdampak memiliki potensi besar dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi mahasiswa melalui pembentukan komunitas. Program ini diharapkan dapat menghidupkan kembali komunitas lokal dan mempererat hubungan antar mahasiswa.
Transformasi Pendidikan dan Tantangan Adaptasi
Prof. Sukardiman juga menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi dalam implementasi Kampus Berdampak. Hal ini sejalan dengan upaya meningkatkan keterampilan mahasiswa di era digital. Selain diharapkan mampu bersosialisasi dengan baik, mahasiswa juga dituntut untuk memiliki kompetensi digital yang mumpuni.
Dalam paparannya yang disampaikan di Unair pada Senin, 5 Mei 2024, Prof. Sukardiman mengulas perjalanan transformasi pendidikan di Indonesia. Ia membagi era pendidikan menjadi tiga zaman, yang ia sebut sebagai generasi bulgur, burger, dan blender. Setiap zaman memiliki karakteristik dan tantangan tersendiri.
- Generasi Bulgur (Baby Boomer): Pada masa ini, akses terhadap pendidikan sangat terbatas. Namun, para pelajar memiliki ketangguhan mental, daya ingat yang kuat, serta etika sosial dan akademik yang tinggi.
- Generasi Burger (Milenial dan Z): Generasi ini lebih beruntung karena memiliki akses terhadap fasilitas pendidikan yang lebih modern, seperti laptop dan presentasi PowerPoint. Meskipun kemampuan kognitif mereka luar biasa, daya ingat cenderung menurun.
- Generasi Blender (Generasi Alpha): Generasi ini terpapar teknologi yang lebih kompleks, seperti kecerdasan buatan (AI) dan virtual reality (VR).
Prof. Sukardiman menekankan bahwa anak muda saat ini menghadapi tantangan nyata dalam beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Meskipun teknologi semakin marak, belum semua wilayah di Indonesia memiliki akses yang sama. Namun, ia melihat adanya hikmah dari kondisi ini, yaitu semakin familiar dengan penggunaan teknologi informasi, seperti dalam kegiatan hybrid online.
Kurikulum Adaptif dan Perubahan Kebijakan
Prof. Sukardiman juga menyoroti pentingnya kurikulum yang adaptif, yang mampu menjawab perubahan zaman. Ia mengkritik fenomena pergantian kebijakan pendidikan yang sering terjadi seiring dengan perubahan kabinet pemerintahan. Ia berharap bahwa setiap perubahan kebijakan, seperti peralihan dari MBKM ke Kampus Berdampak, memiliki signifikansi dan membawa transformasi yang lebih baik.