Program Makan Bergizi Gratis di Yogyakarta Dikeluhkan Akibat Temuan Makanan Basi dan Ulat
Polemik program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Yogyakarta mencuat setelah SMKN 4 Yogyakarta melaporkan sejumlah permasalahan serius terkait kualitas makanan yang disajikan kepada siswa. Laporan tersebut mengungkap adanya makanan basi dan temuan ulat di beberapa menu yang disajikan, memicu kekhawatiran di kalangan siswa dan pihak sekolah.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMKN 4 Yogyakarta, Widiatmoko Herbimo, mengungkapkan bahwa masalah ini telah muncul sejak awal pelaksanaan program MBG. Menurutnya, selain makanan yang tidak layak konsumsi, terdapat juga ketidaksesuaian dalam kelengkapan menu yang diterima siswa. Beberapa siswa mendapati porsi mereka tidak lengkap, misalnya tidak ada tempe dalam hidangan yang seharusnya berisi tempe.
"Baru saja ditemukan makanan basi, ulat juga ditemukan dua hari yang lalu," ujar Widiatmoko, menggambarkan kondisi memprihatinkan yang terjadi. Ia menambahkan bahwa meskipun jumlah makanan yang bermasalah tidak banyak, jenisnya bervariasi, mulai dari nasi hingga buah-buahan yang busuk. Penemuan ulat tidak hanya terbatas pada sayuran, tetapi juga ditemukan dalam nasi, dan kejadian serupa telah berulang beberapa kali.
Pihak sekolah telah mengambil tindakan cepat dengan mengganti makanan yang bermasalah dan melaporkan kejadian ini kepada penyedia makanan. Namun, respons dari penyedia makanan justru menuai kritik. Mereka berdalih bahwa keberadaan ulat menandakan bahwa bahan makanan yang digunakan adalah organik dan bebas dari pestisida. Alasan ini dianggap tidak dapat diterima oleh pihak sekolah, mengingat dampaknya terhadap kesehatan dan psikologis siswa.
"Katanya bagus karena tidak pakai pestisida. Tapi masa sayur ada ulatnya kita makan? Kalau ada ulatnya katanya tidak pakai pestisida," tegas Widiatmoko, menyuarakan kekecewaan atas respons penyedia makanan. Lebih lanjut, ia mengungkapkan dampak psikologis yang dialami siswa akibat temuan ulat dalam menu MBG. Beberapa siswa merasa trauma dan menolak untuk mengonsumsi makanan dari program MBG, sementara yang lain menunjukkan keengganan untuk makan sama sekali.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengawasan dan kualitas bahan makanan yang digunakan dalam program MBG. Pihak sekolah berharap agar pemerintah dan penyedia makanan dapat segera mengambil langkah-langkah perbaikan yang komprehensif untuk memastikan bahwa makanan yang disajikan aman, bergizi, dan layak konsumsi bagi seluruh siswa. Kepercayaan siswa terhadap program ini perlu dipulihkan agar tujuan awal program MBG, yaitu meningkatkan kesehatan dan gizi siswa, dapat tercapai.
Berikut beberapa masalah yang ditemukan:
- Makanan basi
- Ulat dalam sayuran dan nasi
- Menu tidak lengkap
- Trauma pada siswa