Gelombang PHK Awal Tahun 2025: Menaker Ungkap Faktor Dominan Pemicu Pemutusan Kerja Massal

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memaparkan data terbaru mengenai gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi sepanjang Januari hingga April 2025. Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengungkapkan bahwa berdasarkan analisis yang dilakukan, terdapat sejumlah faktor dominan yang menjadi penyebab utama terjadinya PHK terhadap 24.036 pekerja.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Yassierli menjelaskan bahwa dari 25 faktor penyebab PHK yang berhasil diidentifikasi, tujuh di antaranya muncul sebagai alasan yang paling sering melatarbelakangi keputusan perusahaan untuk melakukan PHK. Faktor pertama dan yang paling signifikan adalah kerugian yang dialami perusahaan akibat penurunan kondisi pasar, baik di dalam maupun luar negeri.

"Data kami menunjukkan bahwa banyak perusahaan terpaksa merumahkan karyawan karena mengalami kerugian atau bahkan terpaksa menutup operasional akibat penurunan permintaan pasar," ujar Yassierli.

Selain kerugian, faktor lain yang turut berkontribusi terhadap gelombang PHK adalah:

  • Relokasi Perusahaan: Beberapa perusahaan memutuskan untuk memindahkan lokasi operasional mereka ke wilayah lain dengan tujuan menekan biaya produksi, termasuk upah tenaga kerja.
  • Perselisihan Hubungan Industrial: Meskipun tidak selalu menyebabkan PHK massal, perselisihan antara perusahaan dan pekerja juga dapat menjadi pemicu pemutusan hubungan kerja.
  • Mogok Kerja: Tindakan mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja dapat memicu tindakan balasan dari pengusaha berupa PHK, meskipun kasus ini relatif jarang terjadi.
  • Efisiensi: Perusahaan yang berupaya untuk bertahan di tengah kondisi ekonomi yang sulit seringkali mengambil langkah efisiensi, termasuk pengurangan jumlah karyawan.
  • Transformasi Bisnis: Perubahan model bisnis yang dilakukan perusahaan juga dapat berujung pada PHK, terutama jika perubahan tersebut membutuhkan restrukturisasi organisasi dan pengurangan tenaga kerja.
  • Pailit: Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur dapat dinyatakan pailit, yang pada akhirnya menyebabkan PHK seluruh karyawan.

Yassierli menekankan bahwa untuk mengatasi masalah PHK, pemerintah perlu melakukan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan penyebabnya. Ia menambahkan bahwa setiap kasus PHK memiliki karakteristik yang unik, sehingga solusi yang ditawarkan juga harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan. Pemerintah terus berupaya mencari solusi terbaik untuk memitigasi dampak PHK dan membantu para pekerja yang kehilangan pekerjaan untuk mendapatkan kesempatan kerja baru.