Program Keluarga Berencana Jadi Syarat Bantuan Provinsi Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi Beri Penjelasan
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan klarifikasi terkait kebijakan yang mewajibkan program Keluarga Berencana (KB) sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Kebijakan ini sempat menuai perdebatan di kalangan masyarakat.
Dalam keterangannya, Dedi Mulyadi yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa syarat KB tersebut hanya berlaku bagi penerima bantuan sosial yang bersumber dari anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ia juga menjelaskan bahwa metode KB untuk pria tidak terbatas hanya pada vasektomi, tetapi terdapat berbagai alternatif lain yang bisa dipilih.
"Persyaratan mengikuti KB itu hanya untuk bantuan sosial provinsi. Kemudian metode KB untuk laki-laki itu kan banyak alternatif. Kalau tidak setuju vasektomi, ada cara lain. Misalnya dengan pengaman (kondom). Kok kenapa jadi ribet," ujarnya kepada awak media.
Sebelumnya, melalui unggahan video di media sosial, Dedi Mulyadi mengumumkan program bantuan pemasangan jaringan listrik baru bagi 150.000 rumah tangga. Salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan tersebut adalah keluarga harus mengikuti program KB.
"Anak-anaknya boleh dapat beasiswa tapi ibunya KB dulu," tegasnya.
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa penerima bansos yang masih berada dalam usia produktif juga diwajibkan mengikuti program KB. Hal serupa berlaku bagi penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu) yang terintegrasi dengan program pemerintah kota/kabupaten.
"Saya selalu nuntut orang yang saya bantu KB dulu, dan yang harus hari ini dikejar KB adalah yang laki-laki," tegasnya.
Alasan utama mengapa program KB lebih difokuskan pada pria, menurut Dedi Mulyadi, adalah untuk mengurangi beban reproduksi yang selama ini ditanggung oleh perempuan. Ia ingin menciptakan kesetaraan tanggung jawab dalam keluarga.
"Sabab nu beukian salakina. Harus laki-lakinya yang KB," ujarnya dengan nada bercanda.
Ia mencontohkan, jika perempuan yang menggunakan pil KB, seringkali terjadi permasalahan seperti lupa mengonsumsi pil tersebut.
"Pil KB beda sama pilkada. Pilkada jadi dulu baru lupa, pil KB lupa baru jadi," candanya.
Dedi Mulyadi menekankan pentingnya integrasi program KB dengan data kependudukan. Ia berharap data kependudukan nantinya mencantumkan status KB setiap individu, sehingga pemerintah dapat lebih mudah menyalurkan bantuan dan memastikan program KB berjalan efektif.
"Untuk apa? Ketika kami menurunkan bantuan, kalau ber-KB (bisa menerima) bantuan, belum ber-KB maka harus ber-KB dulu. Tapi KB harus laki-lakinya," jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa pria memiliki peran penting dalam keluarga, termasuk dalam hal membangun rumah dan membiayai pendidikan anak. Oleh karena itu, pria juga harus bertanggung jawab dalam merencanakan keluarga.
"Kalau suaminya tak mampu lagi membesarkan anaknya, membiaya pendidikan anaknya, maka dia sudah gagal jadi seorang suami. Ini serius," tegasnya.
Meskipun tidak memiliki istri, Dedi Mulyadi menyatakan keberpihakannya kepada kaum perempuan, terutama perempuan yang memiliki visi dan tujuan yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
"Seluruh ini harus terintegrasi, tak boleh jalan sendiri-sendiri," pungkasnya.