Jembatan Perahu di Citarum Terancam Dibongkar: BBWS Ultimatum Pengusaha Segera Urus Izin
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum mengambil sikap tegas terkait keberadaan jembatan perahu yang beroperasi di sepanjang Sungai Citarum dan Saluran Tarum Barat. Peringatan keras dilayangkan kepada para pengusaha, termasuk Muhammad Endang Junaedi, yang lebih dikenal sebagai Haji Endang, untuk segera mengurus izin operasional jembatan-jembatan tersebut.
Kepala BBWS Citarum, Dian Al Ma'ruf, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 11 jembatan serupa yang tersebar di wilayah Sungai Citarum dan Saluran Tarum Barat. Ia menekankan kekhawatirannya bahwa jika keberadaan jembatan-jembatan tanpa izin ini terus dibiarkan, jumlahnya akan terus bertambah dan berpotensi membahayakan keselamatan masyarakat yang menggunakannya.
"Usaha yang melintasi sungai harus mematuhi peraturan yang ada. Jika tidak, ada konsekuensi yang harus ditanggung," tegas Dian. BBWS Citarum berencana memberikan surat peringatan secara bertahap kepada para pengusaha jembatan perahu. Jika peringatan tersebut tidak diindahkan, langkah selanjutnya adalah pembongkaran jembatan.
BBWS Citarum membuka ruang dialog bagi para pengusaha jembatan perahu untuk membahas mekanisme pembuatan jembatan yang aman dan proses perizinan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dian Al Ma'ruf mempersilakan Haji Endang dan pengusaha jembatan lainnya untuk berdiskusi dengan pihak BBWS.
Ultimatum dari BBWS Citarum ini muncul setelah viralnya spanduk larangan yang dipasang di jembatan perahu milik Haji Endang di Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Karawang. Jembatan tersebut telah beroperasi selama 15 tahun dan menjadi akses penting bagi warga sekitar, sehingga pemasangan spanduk larangan tersebut menarik perhatian publik.
Haji Endang sendiri mempertanyakan sikap BBWS Citarum. Ia mengakui bahwa izin operasional jembatannya mungkin belum lengkap, namun ia menekankan manfaat besar yang diberikan jembatan tersebut bagi masyarakat. Ia juga menyebutkan bahwa jembatannya memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan berfungsi sebagai jalan pintas yang menghubungkan Desa Anggadita dan Desa Parungmulya.
Jembatan perahu milik Haji Endang menjadi akses penting bagi para pekerja kawasan industri dengan tarif Rp 2.000 per kendaraan. Keberadaan jembatan ini memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian lokal, dengan omzet mencapai Rp 20 juta. Saat ini nasib jembatan perahu ini berada di ujung tanduk jika pemilik tidak bisa mengurus perizinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.