Normalisasi Ciliwung: Dilema Warga Pengadegan Antara Kenyamanan dan Keputusan Mayoritas
Normalisasi Ciliwung: Dilema Warga Pengadegan Antara Kenyamanan dan Keputusan Mayoritas
Pembebasan lahan untuk proyek normalisasi Kali Ciliwung di wilayah Pengadegan, Jakarta Selatan, menimbulkan dilema bagi warga setempat. Sugeng (68), warga RT 08/RW 01 Kelurahan Pengadegan, mengungkapkan keberatannya atas rencana tersebut. Meskipun ia mengaku telah nyaman tinggal di lokasi yang selama ini menjadi langganan banjir, suara penolakannya tenggelam di tengah mayoritas warga yang menyetujui pembebasan lahan. Pernyataan Sugeng ini merefleksikan kompleksitas situasi yang dihadapi warga dalam menghadapi program pemerintah yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
"Kalau satu orang enggak setuju, katanya ditinggal. Misalnya ada 60 orang, 50 setuju, 10 enggak. Ya tetap saja gitu yang 10 ikut yang banyak. Kan cuma berapa persen," ungkap Sugeng saat ditemui di kediamannya, Sabtu (8/3/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi realitas politik lokal di mana keputusan mayoritas seringkali mengesampingkan suara minoritas, sekalipun suara minoritas tersebut mewakili kekhawatiran dan kepentingan yang valid. Meskipun keberatan, Sugeng dan warga lainnya dipaksa untuk menerima keputusan mayoritas dan mengikuti proses pembebasan lahan tersebut. Namun, ia menekankan pentingnya kompensasi yang adil dan memadai bagi warga yang terdampak. "Yang penting penggantian bisa buat beli (rumah) lagilah. Kalau kata rapat kemarin, katanya sih, ya enggak bakal rugi. Tetap ganti untung," tambahnya, menunjukkan harapan akan keadilan dalam proses ganti rugi yang diberikan pemerintah.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan komitmennya untuk melanjutkan proyek normalisasi Kali Ciliwung sebagai upaya untuk mengurangi risiko banjir di Jakarta. Gubernur Jakarta, Pramono Anung, menyebutkan bahwa Pengadegan merupakan salah satu dari tiga wilayah prioritas untuk pembebasan lahan, bersama Cawang dan Bidara Cina. Ketiga wilayah ini, menurut Gubernur, kerap dilanda banjir akibat meluapnya Sungai Ciliwung. "Ya yang jelas pasti akan dilakukan pembebasan," tegas Pramono saat ditemui di Lapangan Bhayangkara, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025). Pernyataan ini menunjukkan tekad Pemprov DKI Jakarta untuk menyelesaikan proyek normalisasi, meskipun harus berhadapan dengan tantangan sosial dan politik yang kompleks.
Untuk mempercepat proses pembebasan lahan, Pemprov DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). "Kalau memang harus kita berkoordinasi dengan kementerian ATR BPN, kami segera akan melakukan," jelas Pramono. Kerjasama antar instansi ini menjadi penting untuk memastikan proses pembebasan lahan berjalan lancar dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Lebih lanjut, Gubernur Pramono memastikan bahwa proses pembebasan lahan akan dilakukan secara humanis. Namun, janji humanis ini perlu diwujudkan dalam bentuk kebijakan dan tindakan konkret yang melindungi hak dan kepentingan warga terdampak, khususnya dalam hal kompensasi yang adil dan proses relokasi yang layak.
Situasi ini menunjukan sebuah dilema yang kompleks. Di satu sisi, proyek normalisasi Ciliwung penting untuk mengurangi risiko banjir dan meningkatkan kualitas hidup warga Jakarta secara keseluruhan. Di sisi lain, proyek tersebut berpotensi menimbulkan kerugian dan ketidaknyamanan bagi sebagian warga yang harus kehilangan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa proses pembebasan lahan dilakukan secara transparan, adil, dan memperhatikan hak-hak serta aspirasi semua warga yang terdampak. Keadilan dan transparansi dalam proses ini menjadi kunci keberhasilan proyek normalisasi Ciliwung dan terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.