Thailand Pangkas Tarif Cukai untuk Mobil Plug-in Hybrid, Bagaimana dengan Indonesia?

Pemerintah Thailand mengambil langkah signifikan dalam mendukung adopsi kendaraan ramah lingkungan dengan memberikan insentif pajak yang menarik bagi mobil plug-in hybrid electric vehicle (PHEV). Kabinet Thailand telah menyetujui perubahan besar dalam sistem bea cukai, yang efektif mulai 1 Januari 2026.

Inti dari kebijakan ini adalah penurunan tarif cukai sebesar 5% untuk PHEV yang memenuhi syarat. Kendaraan yang dapat menempuh jarak minimal 80 kilometer hanya dengan tenaga listrik akan memenuhi syarat untuk insentif ini. Persyaratan jarak tempuh listrik ini bertujuan untuk membedakan secara jelas antara kendaraan hybrid biasa dan PHEV, dengan fokus pada kemampuan berkendara listrik sebagai faktor penentu dalam pemberian insentif.

Kebijakan sebelumnya yang mempertimbangkan kapasitas tangki bahan bakar 45 liter sebagai syarat, telah dibatalkan karena dianggap tidak perlu dan menghambat daya tarik PHEV. Lebih lanjut, pemerintah Thailand aktif berupaya menarik investasi besar di sektor otomotif untuk produksi PHEV di dalam negeri. Insentif pajak juga direncanakan untuk ditawarkan kepada produsen yang ingin memproduksi PHEV mulai tahun 2026.

PHEV menggabungkan mesin pembakaran internal konvensional dengan baterai dan motor listrik. Tidak seperti mobil hybrid biasa, PHEV dapat diisi dayanya menggunakan pengisi daya eksternal.

Bagaimana dengan Indonesia? Sementara Thailand memberikan insentif yang signifikan untuk PHEV, Indonesia juga memiliki program insentif untuk mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan. Namun, insentif di Indonesia saat ini lebih kecil, yaitu hanya 3% untuk mobil hybrid, termasuk PHEV.

Insentif 3% ini diberikan dalam bentuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang ditanggung oleh pemerintah untuk penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) tertentu yang memenuhi persyaratan. Insentif ini berlaku dari Januari hingga Desember 2025. Aturan ini mensyaratkan bahwa kendaraan harus diproduksi di dalam negeri dan memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Saat ini, belum ada model PHEV yang dijual di Indonesia yang memenuhi syarat untuk menerima insentif tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana Indonesia dapat mempercepat adopsi PHEV dan bersaing dengan negara-negara seperti Thailand dalam menarik investasi di sektor kendaraan ramah lingkungan.

Indonesia perlu mempertimbangkan kembali kebijakan insentifnya untuk PHEV agar lebih menarik bagi konsumen dan produsen. Dengan insentif yang lebih besar dan persyaratan TKDN yang lebih fleksibel, Indonesia dapat mendorong pertumbuhan pasar PHEV dan mencapai target emisi yang telah ditetapkan.