Proyek Pabrik Semen di Wonogiri Diprotes Warga, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Mengupayakan Klarifikasi

Penolakan Pabrik Semen di Wonogiri: Pemprov Jateng Mediasi Konflik

Penolakan terhadap rencana pendirian pabrik semen oleh PT Anugerah Andalan Asia (AAA) di Pracimantoro, Wonogiri, memicu respons dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Asisten Ekonomi Pembangunan Setda Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko, menekankan pentingnya klarifikasi dan komunikasi yang baik antara semua pihak terkait.

Sengketa ini bermula dari ketidakpuasan warga atas proses penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dinilai tidak melibatkan mereka sebagai pemilik lahan. Selain itu, muncul keluhan terkait harga jual tanah yang dianggap terlalu rendah, yaitu Rp 50.000 per meter, padahal nilai investasi pabrik mencapai Rp 6 triliun. Warga merasa tertekan untuk melepaskan lahan pertanian yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka.

Sujarwanto memandang perbedaan pendapat sebagai hal yang wajar dalam pembangunan. Ia mendorong dialog konstruktif untuk menjernihkan informasi dan meluruskan persepsi yang keliru. Menurutnya, masyarakat berhak mendapatkan penjelasan yang komprehensif terkait AMDAL dan dampaknya.

"Semua harus memahami dulu. Mungkin ada informasi yang terlewat. Persepsi-persepsi yang dibangun itu harus diluruskan pada data dan ketentuan yang baik," ujarnya.

Sujarwanto menyarankan agar pihak-pihak yang merasa belum jelas dapat langsung menghubungi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jawa Tengah sebagai pihak yang berwenang memberikan penjelasan terkait AMDAL.

Gelombang Penolakan dan Tuntutan Warga

Gelombang penolakan terhadap pabrik semen ini terus bergulir. Warga Pracimantoro menuntut kejelasan dan transparansi terkait proses perizinan dan dampak lingkungan yang mungkin timbul.

Menurut Suryanto, Juru Bicara Warga Pracimantoro, izin AMDAL dikeluarkan tanpa sepengetahuan warga pemilik lahan. Bahkan, sebelum izin terbit, tim peneliti telah melakukan survei tanpa memberikan informasi yang jelas mengenai tujuan mereka.

"Mereka itu membuat Amdal dengan tidak mensosialisasikan ke masyarakat secara jelas. Pada waktu tim mereka blusukan itu kan enggak jelas orang mau apa. Mereka enggak jujur ditanya," ungkap Suryanto.

Selain itu, warga juga khawatir dengan rencana penambangan batu gamping oleh PT Sewu Surya Sejati (SSS) yang akan menjadi bahan baku pabrik semen. Penambangan ini diperkirakan akan mencaplok lahan seluas 186,13 hektare di beberapa desa.

Warga baru mengetahui informasi terkait AMDAL pada Desember 2024, setelah isu ini ramai dibicarakan oleh aktivis lingkungan. Mereka merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan AMDAL dan menganggap hal ini sebagai perampasan hak atas tanah.

"Peta Amdal yang mereka susun secara detail ini loh. Enggak melibatkan pemilik lahan sama sekali. Itu artinya enggak cuma enggak sah. Mereka itu melakukan perampasan kan. Membuat klaim atas tanah tanpa izin pemiliknya sama sekali," tegasnya.

Setelah isu ini mencuat, 97 warga pemilik lahan dipanggil oleh kepala desa dan diminta untuk menjual tanah mereka kepada pemilik pabrik semen dengan harga Rp 50.000 per meter persegi, dengan iming-iming lapangan kerja.

Konflik ini menyoroti pentingnya transparansi, partisipasi masyarakat, dan keadilan dalam proses pembangunan. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah diharapkan dapat memfasilitasi dialog yang konstruktif dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak.