Polemik Vasektomi di Jawa Barat: Dedi Mulyadi Beri Tanggapan Atas Fatwa MUI
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat terkait hukum vasektomi dalam Islam. Tanggapan ini muncul setelah MUI Jabar menyatakan bahwa vasektomi, atau sterilisasi pada pria, dianggap haram.
Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa program vasektomi bukanlah berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Program ini merupakan inisiatif dari Kementerian Kependudukan dan Keluarga Berencana (KemenPPKB). "Ketika saya berkomunikasi dengan menterinya, disampaikan bahwa ini legal," ujar Dedi saat diwawancarai di Purwakarta.
Sebagai Anggota DPR RI, Dedi Mulyadi sering berinteraksi dengan masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi dan memiliki banyak anak. Ia menyatakan sering membantu warga yang datang kepadanya dengan masalah serupa, bahkan beberapa di antaranya sampai menangis karena himpitan ekonomi.
"Jika ada keberatan dari MUI, prinsip dasarnya adalah bahwa orang yang memiliki banyak anak dan menerima bantuan sosial tidak akan mengalami perubahan signifikan dalam hidup mereka jika jumlah anak mereka tetap banyak," jelas Dedi.
Ia juga menyoroti kasus orang tua yang kesulitan membayar biaya rumah sakit anak, serta penurunan kesehatan ibu. Pengalaman ini sering dibagikannya melalui kanal YouTube miliknya.
Alternatif program keluarga berencana (KB) selain vasektomi juga dipertimbangkan, seperti penggunaan alat kontrasepsi oleh suami. "Saya tetap menekankan bahwa pesertanya adalah laki-laki, karena laki-laki yang paling bertanggung jawab terhadap anak-anaknya," tegas Dedi.
Setelah membaca Fatwa MUI Jabar tentang vasektomi, Dedi menyimpulkan bahwa fatwa tersebut tidak bersifat mutlak dan memiliki pengecualian. Kebijakan KB untuk laki-laki berkeluarga bukanlah kebijakan permanen. Jika seseorang yang telah menjalani vasektomi ingin memiliki anak lagi karena kondisi ekonomi membaik, prosedur vasectomy reversal atau rekanalisasi dapat dilakukan.
"Dibuka lagi kemudian bereproduksi lagi," jelas Dedi.
Dedi meminta masyarakat untuk tidak salah paham tentang vasektomi, termasuk anggapan bahwa pria yang menjalani prosedur ini akan kehilangan kejantanannya. Ia menekankan pentingnya sosialisasi yang tepat dari Kementerian Kependudukan dan Keluarga Berencana kepada masyarakat.
Sebelumnya, MUI menentang wacana program vasektomi yang diusulkan Dedi Mulyadi sebagai syarat penerima bantuan sosial. Sekretaris MUI Jabar, Rafani Akhyar, menyatakan bahwa vasektomi haram berdasarkan fatwa tahun 1979 yang diperbarui tahun 2012.
"Vasektomi menurut fatwa MUI tidak diperbolehkan, haram," tegas Rafani.
Ketua MUI Jawa Barat, KH Rahmat Syafei, menambahkan bahwa vasektomi hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu, seperti menghindari risiko kesehatan serius dan tidak menyebabkan kemandulan permanen.
"Boleh dilakukan kalau tujuannya tidak menyalahi syariat seperti kesehatan, tidak menyebabkan kemandulan permanen, ada jaminan fungsi reproduksi seperti semula apabila diinginkan, tidak menimbulkan bahaya atau mudharat pada yang bersangkutan," pungkasnya.