Puisi Chairil Anwar 'Aku' Hiasi Stasiun Bawah Tanah Seoul, Jembatan Budaya Indonesia-Korea

Puisi Chairil Anwar 'Aku' Hiasi Stasiun Bawah Tanah Seoul, Jembatan Budaya Indonesia-Korea

Deklarasi jati diri dan perlawanan yang terkandung dalam puisi 'Aku' karya Chairil Anwar kini menghiasi stasiun kereta bawah tanah di Seoul, Korea Selatan. Karya sastrawan Indonesia yang monumental ini terpampang di Stasiun Yeouido dan Stasiun Gangnam, menjadi bagian dari program Puisi Multinasional yang digagas Pemerintah Kota Seoul sejak tahun 2008. Kolaborasi antara Pemerintah Kota Seoul dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Seoul ini berhasil membawa karya Chairil Anwar ke kancah internasional, memperkenalkan sastra Indonesia kepada masyarakat Korea Selatan.

Penampilan puisi 'Aku' dalam dua bahasa, Indonesia dan Korea, bukan sekadar pajangan estetika, melainkan sebuah jembatan budaya yang menghubungkan Indonesia dan Korea. Menurut Kuasa Usaha Ad-interim (KUAI) KBRI Seoul, Zelda Wulan Kartika, pemajangan puisi ini merupakan strategi inovatif untuk memperkuat hubungan bilateral kedua negara, khususnya dalam hal pertukaran budaya. Pemilihan puisi 'Aku' sendiri didasarkan pada semangat besar yang terpancar dari bait-bait puisinya; sebuah semangat perlawanan, ketahanan, dan pengejaran kebebasan individu yang relevan di berbagai zaman dan budaya.

Lokasi spesifik pemajangan puisi 'Aku' adalah di Yeouido Jalur 5 Peron 8-2 dan 8-3, serta Stasiun Gangnam Jalur 2 Peron 3-3 dan 3-4. Kehadiran puisi ini di tengah hiruk pikuk aktivitas warga Seoul diharapkan dapat mencuri perhatian dan memicu rasa penasaran akan sastra Indonesia. Lebih dari sekadar memperkenalkan Chairil Anwar, KBRI Seoul juga berupaya memperkenalkan kekayaan bahasa dan budaya Indonesia kepada masyarakat Korea Selatan.

Zelda Wulan Kartika dalam wawancara dengan Arirang TV menekankan peran penting Chairil Anwar sebagai penyair, tokoh budaya, dan sejarah bagi Indonesia. Beliau dianggap sebagai bapak puisi Indonesia modern dan simbol perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Keberanian Chairil Anwar dalam menyuarakan perlawanan dan kemerdekaan melalui puisinya menjadi daya tarik tersendiri, menginspirasi dan relevan dengan semangat zaman. Puisi 'Aku' dengan bait-baitnya yang kuat:

Aku Karya Chairil Anwar Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang'kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi.

...menunjukkan semangat juang yang universal dan mampu menembus batas geografis dan budaya. Keikutsertaan Indonesia dalam Program Puisi Multinasional bersama 26 negara lainnya, termasuk Inggris, Vietnam, dan Mongolia, semakin menegaskan posisi Indonesia dalam kancah sastra dunia dan memperkaya khazanah budaya di Seoul.

Program ini menjadi bukti nyata bagaimana seni dan budaya dapat menjadi alat diplomasi yang efektif, membangun jembatan persahabatan antarbangsa melalui pertukaran nilai dan perspektif. Kehadiran puisi 'Aku' di stasiun bawah tanah Seoul bukan hanya sebuah pajangan, tetapi juga sebuah representasi dari semangat Indonesia yang abadi dan kekuatan sastra dalam menghubungkan manusia dari berbagai latar belakang.