Aktivitas Media Sosial Dedi Mulyadi dalam Sorotan: Analisis Komunikasi Politik Ungkap Potensi Dampak

Fenomena aktivitas media sosial yang dilakukan oleh tokoh publik, seperti yang ditunjukkan oleh Dedi Mulyadi, menjadi subjek analisis menarik dalam bidang komunikasi politik. Hendri Satrio, seorang pengamat komunikasi politik, menyoroti gaya komunikasi Dedi Mulyadi yang aktif mengunggah berbagai konten kegiatan melalui platform media sosial.

Dalam pandangannya, kebiasaan Dedi Mulyadi tersebut membawa konsekuensi tersendiri. Meskipun memungkinkan penyebaran informasi yang cepat dan langsung, tidak semua konten yang dibagikan akan diterima positif oleh masyarakat. Pro dan kontra terhadap kebijakan yang diambil oleh Dedi Mulyadi dapat dengan mudah disuarakan melalui media sosial, dan ekspektasi publik terhadap konten yang disajikan tidak selalu terpenuhi.

Walaupun demikian, Hendri mengakui bahwa pendekatan komunikasi yang diterapkan oleh Dedi Mulyadi memiliki keunggulan tersendiri. Publikasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efisien, tanpa harus bergantung pada media massa konvensional.

"Sebelum era media sosial, penjelasan mengenai suatu isu atau kebijakan biasanya disampaikan melalui media konvensional. Namun, kini terdapat keuntungan dan risiko yang perlu dipertimbangkan," ujar Hendri.

Popularitas Dedi Mulyadi di media sosial tidak luput dari perhatian publik. Ia dikenal aktif membagikan konten melalui platform seperti Instagram, YouTube, dan TikTok. Bahkan, ia mendapatkan julukan "Gubernur Konten", yang salah satunya disematkan oleh Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud, dalam rapat kerja antara Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri dan gubernur seluruh provinsi.

Menanggapi julukan tersebut, Dedi Mulyadi menanggapinya dengan santai. Ia berpendapat bahwa gaya komunikasinya tersebut justru dapat membantu menekan anggaran iklan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Dengan konten yang saya miliki, alhamdulillah, belanja rutin iklan dapat ditekan. Dulu, Pemprov Jabar biasanya bekerja sama dengan media dengan anggaran Rp 50 miliar. Sekarang cukup Rp 3 miliar, namun tetap viral," ungkap Dedi Mulyadi.

Secara garis besar, fenomena "Gubernur Konten" ini memunculkan berbagai perspektif. Di satu sisi, kemudahan dan kecepatan penyampaian informasi menjadi keuntungan tersendiri. Namun, di sisi lain, risiko terhadap penerimaan publik dan potensi disinformasi juga perlu dipertimbangkan secara matang.